Rabu 01 Mar 2023 18:02 WIB

Miris, Konten Pelecehan Anak Meningkat di Media Sosial

Platform media sosial berjuang untuk menekan lonjakan materi pelecehan anak.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Meta, perusahaan induk di balik Facebook dan Instagram, melihat peningkatan materi pelecehan seksual anak (CSAM) yang membanjiri jejaring sosial./ilustrasi
Foto: Republika.co.id
Meta, perusahaan induk di balik Facebook dan Instagram, melihat peningkatan materi pelecehan seksual anak (CSAM) yang membanjiri jejaring sosial./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Meta, perusahaan induk di balik Facebook dan Instagram, melihat peningkatan materi pelecehan seksual anak (CSAM) yang membanjiri jejaring sosial. Perusahaan pun tengah mengembangkan database untuk mengatasinya, bekerjasama dengan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC).

Platform media sosial berjuang untuk menekan lonjakan materi pelecehan anak yang terdeteksi secara daring. Laporan tahunan yang dirilis tahun lalu oleh Internet Watch Foundation menemukan 252.194 URL berisi atau mempromosikan materi CSAM yang diketahui. “Angka itu naik 64 persen dari waktu yang sama tahun sebelumnya,” demikian laporan, dikutip dari Gizmodo, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga

Laporan tersebut telah menjadi kekhawatiran. Tahun lalu, menurut Tinjauan Teknologi MIT, AS, hali itu secara mengejutkan menyumbang 30 persen dari tautan CSAM yang terdeteksi secara global.

Sebagian besar tautan CSAM yang dilaporkan dari perusahaan media sosial AS terjadi di aplikasi milik Meta. Data yang dirilis tahun lalu oleh NCMEC menunjukkan Facebook sendiri menyumbang 22 juta laporan CSAM. Itu dibandingkan dengan masing-masing sekitar 87 ribu dan 154 ribu laporan dari Twitter dan TikTok.

Meskipun angka-angka tersebut tampaknya menjadikan Facebook sebagai ‘sarang’ CSAM yang tak tertandingi secara material. Tetapi perlu dicatat bahwa jumlah besar tersebut sebagian mencerminkan upaya Meta yang lebih berkomitmen untuk benar-benar mencari dan mendeteksi materi CSAM.

 

Deteksi CSAM dan enkripsi end-to-end

Banyak perusahaan teknologi yang telah menyampaikan ide tentang membatasi materi CSAM dalam beberapa tahun terakhir dengan berbagai tingkat dukungan. Proposal yang paling terkenal, datang dari Apple pada 2021 ketika mengusulkan alat baru yang diduga peneliti keamanan akan "memindai" ponsel pengguna untuk bukti materi CSAM, sebelum gambar dikirim dan dienkripsi di iCloud.

Pendukung privasi segera memprotes karena khwatir alat itu dapat berfungsi sebagai "pintu belakang" pemerintah asing atau badan intelijen dapat menggunakannya dalam proses pengawasan. Apple pun menghentikan proyek tersebut, sebelum secara resmi membatalkan rencana tahun lalu.

Demikian pula, pendukung privasi dan enkripsi telah mengingatkan terkait meningkatnya minat kongres dalam cara-cara baru untuk membatasi materi CSAM. Hal itu, baik sengaja atau tidak, mengarah pada pengurangan enkripsi end-to-end untuk pengguna internet sehari-hari.

Kekhawatiran tersebut tidak terbatas du AS. Pekan lalu, presiden Signal Meredith Whittaker mengatakan kepada Ars Technica, bahwa aplikasi tersebut bersedia untuk meninggalkan pasar Inggris jika bergerak maju dengan Undang-Undang Keamanan Daring.

“Mekanisme yang tersedia dan hukum fisika dan realitas teknologi dan pendekatan yang telah dicoba sangat cacat baik dari sudut pandang hak asasi manusia maupun dari segi teknologi,” kata Whitaker kepada Ars Technica. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement