REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Nigeria telah menggelar pemilihan presiden pekan lalu. Proses perhitungan yang panjang, menunjukan kandidat partai yang berkuasa di Nigeria Bola Ahmed Tinubu mengungguli kandidat lain, yang sebelumnya sempat perhitungannya dipersengketakan. Tinubu yang juga mantan Gubernur wilayah Lagos, menurut perhitungan Reuters memenangkan dari semua 36 negara bagian, termasuk di wilayah federal, ibu kota negara, Abuja pada Selasa (28/2/2023).
Tinubu merupakan kandidat dari Kongres Semua Progresif (APC) dari partai petahana presiden yang berkuasa sebelumnya terpilih, Muhammadu Buhari, dimana Tinubu mendapat sekitar 35 persen suara, atau 8,2 juta suara. Kemudian diikuti oleh kandidat lain, Atiku Abubakar dari oposisi utama Partai Rakyat Demokratik (PDP) yang mengambil 30 persen suara atau 6,9 juta suara.
Sementara kandidat, Peter Obi dari Partai Buruh, orang luar yang populer di kalangan pemuda dan pemilih terpelajar, memperoleh 26 persen suara atau sekitar 6,1 juta suara.
Undang-undang pemilu Nigeria mengatakan seorang kandidat dapat menang hanya dengan mendapatkan lebih banyak suara daripada saingan mereka. Dengan catatan kandidat yang menang mendapatkan 25 persen suara di setidaknya dua pertiga dari 36 negara bagian dan Abuja, ini yang berhasil dilakukan oleh Tinubu.
Potensi kemenangan Tinubu memperluas cengkeraman APC pada kekuasaan negeri yang miliki produsen minyak utama Afrika barat ini. Tinubu hampir dipastikan menang di negara yang juga kini menjadi negara dengan penduduk terpadat di Afrika, meskipun ia ikut mewarisi sejumlah masalah dari presiden sebelumnya Muhammadu Buhari.
Nigeria sedang berjuang dengan pemberontakan kelompok muslim garis keras di timur laut. Kelompok ini melakukan penyerangan bersenjata, pembunuhan dan penculikan. Terjadi juga konflik antara penggembala ternak dan petani, dan masalah terbaru soal kekurangan uang tunai, kekurangan bahan bakar dan listrik.
Termasuk adalah persoalan lama, yakni soal korupsi yang bisa dibilang masalah abadi Nigeria. Masalah korupsi ini menurut lawannya Tinubu, telah gagal diberantas oleh partai Buhari, meskipun kini penerusnya berjanji untuk memberantasnya lagi.
Partai-partai oposisi menolak hasil kemenangan Tinubu tersebut. Mereka menganggap kemenangan itu sebagai produk dari proses yang cacat, yang mengalami berbagai kesulitan teknis saat pemilihan menggunakan teknologi baru oleh Komisi Pemilihan Umum Independen (INEC). Bahkan pihak oposisi pada Selasa (28/2/2023) meminta Ketua KPU Nigeria Mahmood Yakubu untuk mengundurkan diri.
Tinubu meminta para pemilih untuk memilihnya berdasarkan rekam jejaknya selama dua kali terpilih di masa jabatannya sebagai gubernur negara bagian Lagos. Selama masa kepemimpinannya di Lagos di awal 2000an, ia berhasil mengurangi tingkat kejahatan dan kekerasan di Lagos. Termasuk ia ikut, memperbaiki kemacetan lalu lintas kota, dan membersihkan sampah.
Namun, pria berusia 70 tahun itu terkadang tampak sedikit lemah kesehatannya di depan umum, melontarkan pidatonya dan menjawab pertanyaan dengan basa-basi, dan melewatkan beberapa acara kampanye, membuat beberapa orang meragukan seberapa efektif dia.
Sementara, Kampanye oposisinya, Obi menarik kaum muda dan kaum urban, para pemilih yang lebih berpendidikan yang muak dengan politik korup di masa lalu, dua partai yang telah mewakilinya sejak berakhirnya kekuasaan militer pada tahun 1999 dan orang-orang tua yang cenderung mendominasi mereka.
Pihak Oposisi tak bisa berbuat banyak. Baik PDP dan Partai Buruh serta oposisi yang lebih kecil ADC memang telah menolak hasil tersebut.
"Hasil yang diumumkan di pusat Pemeriksaan Nasional telah banyak direkayasa dan dimanipulasi dan tidak mencerminkan keinginan warga Nigeria yang diungkapkan di tempat pemungutan suara," kata mereka dalam pernyataan bersama.
KPU Nigeria (INEC) menolak tuduhan tersebut. "Ada prosedur yang ditetapkan untuk diikuti oleh partai atau kandidat yang dirugikan ketika mereka tidak puas dengan hasil pemilu," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Prosedur seperti itu tidak termasuk meminta Ketua INEC untuk mengundurkan diri atau membatalkan pemilihan."
Petugas pemilihan INEC di Rivers State, ibu kota industri minyak terbesar di Afrika, pada awalnya menangguhkan pengumuman hasil, setelah petugas pemeriksaan negara Charles Adias menerima ancaman pembunuhan melalui pesan teks.
"Ketika ada krisis di TPS, serangan itu ada di ponsel saya yang saya tanggung. Ketika BVAS (mesin pengenal pemilih) gagal berfungsi, serangan itu juga ada di ponsel saya yang saya bertanggung jawab," kata Adias kepada wartawan.
Di ibu kota Abuja, INEC mengatakan akan melanjutkan pengumpulan hasil pemungutan pada pukul 9 malam, dan dapat mengumumkan pemenang dalam semalam.Pemilu juga diwarnai kekerasan di beberapa tempat, meski tampaknya belum sebesar yang sebelumnya.
INEC telah berjanji untuk mengunggah hasil langsung dari setiap unit pemungutan suara ke situs webnya, tetapi sebagian besar tidak dapat segera dilakukan, dan ribuan belum diunggah pada pukul 19:45 pada hari Selasa (28/2/2023).
Itu berarti hasil harus disusun secara manual di dalam pusat penghitungan lingkungan dan pemerintah daerah seperti dalam jajak pendapat sebelumnya. Sementara misi para pengamat juga dikritik sebagai akibat dari perencanaan yang buruk.
Ada kekhawatiran frustrasi atas proses tersebut bisa berubah menjadi kekerasan. Di pasar yang biasanya ramai di wilayah Lagos Selasa pagi, salah satu tempat terpadat di Afrika, toko-toko tutup dan jalan-jalan sepi di pagi hari.