REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan kasus penggunaan jasa joki dalam proses pemutakhiran data pemilih diduga terjadi di Jawa Barat. Praktik ini dikawatirkan bakal membuat data pemilih Pemilu 2024 meleset.
Kasus ini ditemukan oleh Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), sebuah organisasi pemantau pemilu yang terdaftar resmi di Bawaslu RI. Direktur DEEP Neni Nur Hayati mengatakan, pihaknya menemukan kasus joki ini di Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
"Joki Pantarlih ini ditemukan sebanyak 176 kasus di Tasikmalaya," kata Neni dalam acara diskusi yang digelar Bawaslu RI bersama Koalisi Pewarta Pemilu (KPP) di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (1/3/2023). Tidak tertutup kemungkinan, lanjut dia, kasus serupa juga terjadi di provinsi lain.
Sebagai gambaran, KPU melakukan pemutakhiran data pemilih dengan cara mengerahkan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) ke setiap rumah warga. Pantarlih yang berjumlah satu orang per TPS ini melakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) dengan cara membandingkan data pemilih potensial dengan fakta lapangan. Sebelum bertugas, Pantarlih dilatih terlebih dahulu agar bisa bekerja sesuai prosedur.
Pantarlih melakukan coklit mulai 12 Februari 2023 hingga 14 Maret 2023. Warga yang sudah terverifikasi lewat proses coklit ini nantinya akan dimasukkan ke dalam data pemilih sementara (DPS), lalu diproses lagi untuk ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024.
Temuan DEEP soal joki Pantarlih ini sejalan dengan hasil pengawasan Bawaslu. Secara keseluruhan, Bawaslu mendapati 1.481 kasus Pantarlih tidak menunjukkan Surat Keputusan (SK) penangasannya saat mendatangi rumah warga. Menurut Bawaslu, mereka tidak menunjukkan SK kemungkinan karena memang bukan Pantarlih sebenarnya, melainkan joki.
Direktur DEEP Neni mengatakan, kasus joki ini sebenarnya bukan hal baru. Pihaknya juga menemukan kasus serupa saat Pemilu 2019 lalu. Dia menduga ratusan kasus yang baru ditemukan di Tasikmalaya punya pola serupa dengan kasus 2019.
"Di Pemilu 2019, anaknya yang jadi Panrtarlih, tapi karena anaknya sibuk kuliah, maka tugasnya dilakukan oleh ayahnya," kata Neni.
Neni menjelaskan, kasus joki Pantarlih ini merupakan tindakan ilegal karena melanggar prosedur. Hal ini merupakan persoalan serius karena si joki sangat berpotensi salah dalam melakukan proses coklit lantaran tidak mengikuti pelatihan teknis KPU. Pada akhirnya, praktik joki Pantarlih ini bisa membuat data pemilih Pemilu 2024 menjadi tidak akurat.
Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos menyatakan bakal menindak kasus dugaan joki itu jika benar ada. Hanya saja, Betty meminta DEEP memberikan data detail di mana kasus joki itu terjadi. "Tolong berikan kami data detail sehingga kita bisa tahu sasaran mana yang akan kita tembak," kata Betty dalam kesempatan sama.
Betty menjelaskan, apabila benar ada Pantarlih yang menyuruh joki melakukan tugasnya, maka proses coklitnya bakal diulang. "Kalau perlu kita lakukan coklit ulang, kita minta Panrtarlih-nya untuk turun," kata Betty menegaskan.
Meski proses coklit berakhir pada 14 Maret, kata Betty, pihaknya akan tetap melakukan coklit ulang. Sebab, Pantarlih masih bisa melakukan perbaikan data selama satu bulan setalah proses coklit berakhir.
Direktur DEEP Neni mengatakan, pihaknya bakal menyerahkan data detail kasus joki ini kepada KPU. Dia mengaku sudah menyampaikan temuan dugaan kasus joki ini kepada pihak Bawaslu RI. Bawaslu disebut sedang melakukan penyelidikan.