REPUBLIKA.CO.ID, HARTBEESPOORT -- Bendungan Hartbeespoort di Afrika Selatan dulunya dipenuhi orang-orang yang menikmati pemandangan indah dan olahraga air rekreasi. Sekarang, para pengunjung disambut dengan pemandangan perahu yang terjebak di lautan eceng gondok yang invasif.
Lonjakan eceng gondok di Harties atau sebutan untuk Hartbeespoort dapat dikaitkan dengan masalah polusi. Limbah, bahan kimia industri, logam berat, dan sampah yang mengalir di sungai dari Johannesburg dan Pretoria tertampung di tempat itu.
Nutrisi dalam polutan bertindak sebagai pupuk yang sempurna untuk gulma. "Di Afrika Selatan, kita menghadapi perairan yang sangat tercemar," kata Profesor Julie Coetzee yang telah mempelajari eceng gondok selama lebih dari 20 tahun dan mengelola program gulma air di Pusat Pengendalian Biologi di Rhodes University.
Keberadaan eceng gondok ini pun akhirnya menjadi perhatian besar bagi masyarakat sekitar karena dampaknya yang merusak mata pencaharian. Dion Mostert hampir memberhentikan 25 pekerja di perusahaan kapal rekreasinya setelah bisnisnya terhenti karena hamparan eceng gondok.
"Perahu itu tidak ke mana-mana. Ini memengaruhi pariwisata di kota kami... pekerjaan turis," kata pria berusia 53 tahun itu sambil menunjuk ke arah kapal pesiar mewahnya "Alba" yang terdampar.
Mostert telah mempertimbangkan untuk menggunakan herbisida, tetapi mengakui itu hanya akan menjadi membuat tanaman itu cepat kembali. Namun, para ilmuwan dan anggota masyarakat telah menemukan cara unik untuk menghadapi invasi tersebut.
Mereka memperkenalkan serangga pemakan eceng gondok yang disebut Megamelus scutellaris. Serangga kecil pemakan floem adalah musuh alami tanaman, keduanya berasal dari lembah Amazon di Amerika Selatan dan dilepaskan ribuan sekaligus. Serangga menghancurkan gulma ini menyerang jaringan yang mengangkut nutrisi yang diproduksi di daun selama fotosintesis ke seluruh tanaman.
Pasukan serangga itu sebelumnya telah mengurangi hamparan eceng gondok menjadi hanya lima persen di bendungan. Kadang-kadang gulma telah menutupi setidaknya 50 persen dari tempat itu.
Pecinta lingkungan Patrick Ganda memelihara serangga secara massal di konservasi lahan basah Grootvaly Blesbokspruit di tenggara Harties. Tempat ini pernah menjadi rumah bagi lebih dari seratus spesies burung yang menarik banyak wisatawan. Namun sekarang, karena tidak bisa menemukan makanan seperti ikan dan tanaman kecil dengan sebagian besar air tertutup tanaman, hanya ada dua sampai tiga spesies burung yang tersisa.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa meskipun serangga cukup berhasil dalam mengendalikan situasi, masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi penyebabnya. Pihak berwenang dinilai perlu memperketat peraturan tentang pengelolaan air limbah.
"Kami hanya mengobati gejala dari masalah yang jauh lebih besar," kata ilmuwan di Rhodes University Kelby English.