Kamis 02 Mar 2023 11:14 WIB

AS Tambah Dukungan Militer ke Somalia untuk Lawan Kelompok Al-Shabab

AS diperkirakan memiliki 450 personel militer di Somalia.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Anggota pemberontak Somalia, Al-Shabab, melakukan patroli. (ilustrasi). Amerika Serikat (AS) berupaya meningkatkan bantuan militernya ke Somalia, setelah negara di tanduk Afrika tersebut dianggap berhasil dalam memerangi gerilyawan bersenjata al-Shabab.
Foto: AP
Anggota pemberontak Somalia, Al-Shabab, melakukan patroli. (ilustrasi). Amerika Serikat (AS) berupaya meningkatkan bantuan militernya ke Somalia, setelah negara di tanduk Afrika tersebut dianggap berhasil dalam memerangi gerilyawan bersenjata al-Shabab.

REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU — Amerika Serikat (AS) berupaya meningkatkan bantuan militernya ke Somalia, setelah negara di tanduk Afrika tersebut dianggap berhasil dalam memerangi gerilyawan bersenjata al-Shabab. Bagi AS al-Shabab merupakan kelompok sebagai jaringan al-Qaida terbesar dan paling mematikan di dunia.

Sebagai bentuk dukungan AS, 61 ton senjata dan amunisi telah tiba pada Selasa (28/2/2023) di Mogadishu, dalam pernyataan resmi militer AS. Dukungan AS ke pemerintah Somalia juga dikarenakan telah berhasil merebut kembali wilayah yang telah dikuasai kelompok ekstremis al-Shabab sejak Agustus lalu.

Baca Juga

Dalam pernyataan bersama terpisah dengan mitra keamanan terkemuka lainnya Qatar, Turki, Uni Emirat Arab, dan Inggris, AS mengatakan mereka akan mendukung upaya Somalia untuk menggunakan senjata dan amunisi, serta memungkinkan Dewan Keamanan PBB mencabut embargo senjata bagu negara tersebut.

“Pertemuan yang sangat produktif,” kata penasihat keamanan nasional Somalia, Hussein Sheikh-Ali, di Twitter setelah pertemuan di Washington, dilansir dari Defensenews.com, Kamis (2/3/2023).

Pemerintahan Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud mendeklarasikan 'perang total' tahun lalu terhadap ribuan militan al-Shabab yang selama lebih dari satu dekade telah menguasai sebagian besar wilayah negara ini. Somalia kemudian melakukan serangan besar-besaran ke kelompok yang telah menghancurkan serta mengeksploitasi perpecahan klan.

Mereka juga merampok jutaan dolar uang rakyat Somalia ini, dengan alasan mereka untuk membentuk sebuah negara Islam. Serangan saat ini sebagian dipicu oleh komunitas lokal dan milisi yang terdesak oleh kebijakan pajak yang mencekik diterapkan al-Shabab. Padahal kondisi wilayah tanduk Afrika tersebut berada di tengah kekeringan terburuk yang pernah tercatat di negara itu.

Pemerintah Somalia dengan cepat memberikan dukungan untuk melakukan perlawanan ke kelompok al-Shabab. Saat ini tetangga Ethiopia, Kenya dan Djibouti juga telah menyetujui kampanye militer perlawanan tersebut, dan berusaha bersatu menghancurkan al-Shabab bersama.

Somalia sementara ini sudah cukup pulih dari puluhan tahun konflik bersenjata, dan pemerintah federal sangat ingin menghapus sejarah negara itu sebagai negara gagal dan berupaya kembali menarik investasi.

Di bawah presiden saat ini, pemerintah sedang menindak jaringan uang al-Shabab dan mendorong otoritas agama untuk menolak propaganda keliru kelompok ekstremis tersebut. Somalia bahkan menjadikan mantan wakil pemimpin al-Shabab sebagai menteri urusan agama Somalia saat ini.

AS diperkirakan memiliki 450 personel militer di Somalia setelah Presiden Joe Biden membalikkan keputusan pendahulunya Donald Trump untuk menarik pasukan Amerika di sana. AS mendukung pasukan Somalia dan pasukan multinasional Uni Afrika dengan serangan drone, intelijen, dan pelatihan.

Dukungan yang meningkat untuk serangan yang dipimpin Somalia datang ketika pasukan Uni Afrika akan ditarik dari negara itu, dan menyerahkan tanggung jawab keamanan ke Somalia pada akhir tahun 2024.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement