Kamis 02 Mar 2023 12:55 WIB

Pejabat Negara Hidup Mewah Harus Belajar Kesederhanaan Ali bin Abi Thalib

Hidup sederhana menguatkan empati terhadap berbagai masalah di masyarakat.

Seorang gadis remaja berpose sambil memegang Quran di Kampung Matfa (Majelis Ta
Foto: Anadolu Agency
Seorang gadis remaja berpose sambil memegang Quran di Kampung Matfa (Majelis Ta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah kepemimpinan para khalifah di masa awal Islam menunjukkan betapa banyak bentuk keteladanan yang patut ditiru oleh setiap pejabat negara. Salah satu khalifah yang memberi keteladanan dalam memperhatikan rakyat secara riil ialah Ali bin Abi Thalib.

Selama menjadi khalifah, Ali biasa berjalan mengelilingi pasar-pasar di Kufah. Dia tidak sungkan maupun malu membimbing dan membantu rakyatnya yang lemah. Ia juga bertemu kalangan orang tua atau lansia untuk menanggung kebutuhan mereka.

Baca Juga

Sejumlah sahabat merasa malu dengan apa yang dilakukan Ali, lalu mereka mendekatinya seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin..." Namun Ali memotong perkataan yang hendak mereka sampaikan, dengan membalasnya dengan Surat Al Qasas ayat 83, yang di dalamnya Allah SWT berfirman:

"Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa."

Ali menunjukkan keteladanan seorang pemimpin bagi umat Islam dengan memberikan sedekah sebidang tanah yang pernah diberikan oleh Umar bin Khattab kepadanya di Yanbu.

Di atas bidang tanah itu, dilakukan penggalian untuk mendapat mata air. Setelah digali, air pun menyembur keluar. Kemudian Ali menjadikannya sebagai sedekah untuk orang-orang fakir miskin, sebagaimana wasiat yang ia tulis. Ali menghabiskan hartanya hanya untuk bersedekah di sejumlah daerah.

Ibnu Hazm menjelaskan, Ali menulis dalam wasiatnya: "Aku bersedekah di Yanbu, Wadi al-Qura, al-Adhaniyyah, dan Ra'ah, di jalan Allah untuk meraih ridha-Nya, agar digunakan untuk setiap manfaat di jalan Allah, untuk perang, perdamaian, tentara, dan kerabat dekat maupun jauh.

Tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan baik ketika aku hidup maupun wafat. Aku mencari ridha Allah dan akhirat, dan tidak ada yang kucari kecuali Allah azza wa jalla, karena Dia-lah yang menerimanya dan mewarisinya, dan Dia adalah sebaik-baiknya ahli waris. Inilah yang telah aku putuskan antara aku dan Allah azza wa jalla."

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement