Kamis 02 Mar 2023 15:44 WIB

PTPN: Pembentukan Bursa Dapat Perbaiki Tata Niaga CPO Indonesia

Bursa komoditi CPO diharapkan menciptakan mekanisme perdagangan yang adil.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, 23 Mei 2022. Direktur Pemasaran Holding PTPN III (Persero) Dwi Sutoro mengatakan pengembangan tata niaga komoditi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit nasional dapat dimulai dengan pembentukan bursa komoditi CPO.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, 23 Mei 2022. Direktur Pemasaran Holding PTPN III (Persero) Dwi Sutoro mengatakan pengembangan tata niaga komoditi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit nasional dapat dimulai dengan pembentukan bursa komoditi CPO.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemasaran Holding PTPN III (Persero) Dwi Sutoro mengatakan, pengembangan tata niaga komoditi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit nasional dapat dimulai dengan pembentukan bursa komoditi CPO. Dwi berharap bursa komoditi CPO akan menciptakan mekanisme perdagangan yang adil, efisiensi, dan memberikan nilai tambah yang berkelanjutan.

"Tantangan kita ialah belum punya bursa komoditi kelapa sawit yang bisa diperlakukan sebagai tiga fungsi utama yakni pembentukan harga, acuan harga, dan hedging atau lindung nilai," ujar Dwi dalam diskusi bertajuk "Strategi Indonesia menjadi Barometer Harga Sawit Dunia" di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga

Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, ucap Dwi, patokan harga CPO dipegang oleh bursa Malaysia dan Rotterdam, Belanda. Dwi menyinggung bursa Rotterdam sebagai acuan harga CPO domestik yang sering tidak membuat keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan ketidakstabilan harga CPO dalam negeri, potensi penurunan pendapatan negara, serta ketahanan dan energi mengalami disorientasi karena dibangun dengan menggunakan data inventori CPO yang kurang tepat.

"Idealnya, harga CPO berada pada titik keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini tercipta apabila variabel-variabel tersebut berada pada market boundary yang sama," lanjut Dwi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement