REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak memaparkan penanganan stunting yang didukung dengan kepemilikan alat ultrasonografi (USG) dan antrophometri di berbagai puskesmas. Hal ini mengikuti arahan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
"Dari 969 puskesmas se-Jatim, sebanyak 719 di antaranya sudah memiliki USG. Artinya kami perlu mengusulkan USG dengan total 250 puskesmas. Lalu, jumlah dokter terlatih kurang lebih 741. Artinya satu puskesmas satu dokter, tapi lebih baik satu puskesmas dua dokter," katanya di Surabaya, Kamis (2/3/2023).
Sedangkan terkait antrophometri, mantan bupati Trenggalek tersebut mengatakan dari total 47 ribu posyandu, belum sampai 40 persen yang memilikinya. "Kalau diusulkan jumlahnya 17.800 yang terdiri dari tiga kategori, meliputi DAK Fisik sebanyak 18.589, APBN 10.551 dan APBD kabupaten sebanyak 125. Kalau ini dipenuhi lengkap sudah untuk kami memiliki antrophometri," ujar dia.
Orang nomor dua di Pemprov Jatim tersebut juga menekankan kepada bupati/wali kota di Jatim untuk dapat mengoptimalkan bantuan dana operasional yang disediakan oleh BKKBN, termasuk bantuan fisik.
Anggaran biaya operasional tersebut untuk mengawal 93 ribu pendamping, baik kader PKK maupun tidak, termasuk pemprov menambah tenaga yang bisa memperkuat upaya penanganan stunting di Jatim.
"Pemprov memiliki dan mendukung dengan matchfunding ini, sebanyak 3.213 perawat ponkesdes dikawal biaya gaji yang setengah dari Pemprov dan setengah dari kabupaten. Sehingga 41 persen desa memiliki tambahan personel," katanya.
Kasus stunting di Jatim berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019 dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021-2022 mengalami penurunan yang signifikan, yakni 26,86 persen di tahun 2019 menjadi 19,2 persen di 2022.
Emil memastikan pemprov memiliki data signifikan berdasarkan by name by address. Tanpa bermaksud mempertanyakan SSGI, Emil menilai ada potensi kemungkinan terjadi sampling lebih fokus pada area tertentu yang kemudian teramplifikasi hasilnya sehingga angka tersaji lebih tinggi.
Berdasarkan data Bulan Timbang, angka yang tersaji cukup signifikan. Di 2020 mencakup 1,3 juta balita (49 persen) dari sasaran total 2,8 juta balita. Pada 2021 naik menjadi 1,4 juta balita (53 persen). Kembali naik pada 2022 menjadi 1,855 juta balita (66,92 persen).
"Berdasarkan data ini kami memperoleh total 137.900 atau 7,5 persen balita yang masuk kategori stunting berdasarkan coverage 1,855 juta balita atau 66,92 persen yang sudah diukur. Terlepas dari metodologi SSGI, kami tidak mengubah strategi dan meyakini pendekatan by name by address yang diamanahi Presiden menjadi paling penting," ungkap dia.