Kamis 02 Mar 2023 22:35 WIB

Masyarakat Diimbau tidak Mudah Tergoda Modus Kejahatan Siber

LPS mengungkapkan, tren digitalisasi wajib diimbangi pemahaman risiko serangan siber.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan membersihkan logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS mengungkapkan tren digitalisasi wajib diimbangi pemahaman mengenai risiko serangan siber.
Foto: Antara/Audy Alwi
Karyawan membersihkan logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS mengungkapkan tren digitalisasi wajib diimbangi pemahaman mengenai risiko serangan siber.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan tren digitalisasi wajib diimbangi pemahaman mengenai risiko serangan siber. Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergoda dengan berbagai modus kejahatan siber.

“Sebagai contoh, masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-commerce harus dijaga dengan baik,” kata Didik dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga

Hal tersebut menurutnya sangat penting, terlebih di saat pembayaran digital yang terus meningkat seiring inovasi sistem pembayaran nasional dan pertumbuhan ekonomi digital termasuk di dalamnya bank digital. Dia menuturkan, dominasi cash juga mulai berkurang dan tergantikan oleh pembayaran cashless.

“Di samping perkembangan digitalisasi yang pesat, kita juga perlu menyadari beberapa risiko atas tren digitalisasi tersebut seperti risiko serangan siber, kebocoran data sensitif, serta bentuk-bentuk risiko operasional lainnya yang terkait dengan sistem informasi dan teknologi,” jelas Didik.

Berdasarkan data transaksi uang elektronik, Didik mengatakan, sepanjang 2022 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 6,9 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp 408 triliun. Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi pada hingga pertengahan 2022 baik secara volume maupun nilai.

“Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman untuk menggunakan transaksi secara digital yang dianggap lebih praktis, mudah, dan aman,” ungkap Didik.

Dia menegaskan, perbedaan utama bank digital dan bank nondigital hanya pada delivery channel. Namun, kata dia, dalam hal regulasi dan peran penjaminan simpanan LPS tidak terdapat perbedaan perlakuan antara bank digital dengan bank nondigital.

“Sehingga, LPS sesuai amanat undang-undang tetap akan menjamin simpanan nasabah pada bank digital dengan tetap melihat kriteria 3T,” ucap Didik.

Kriteria penjaminan simpanan 3T LPS terdiri dari tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi bunga penjaminan, dan tidak terindikasi melakukan fraud dan atau terbukti melakukan fraud (tindak pidana di bidang perbankan).

Selanjutnya, jenis serangan siber yang banyak terjadi di masyarakat baru-baru ini adalah dengan mengirimkan sebuah tautan maupun file yang telah disusupi malware yang jika dibuka targetnya. “Ini memungkinkan pelaku untuk dapat mengakses berbagai hal dari perangkat yang digunakan targetnya secara tidak kasat mata,” ungkap Didik.

Untuk itu, Didik menekankan edukasi dan sosialisasi merupakan salah satu poin penting yang perlu dilakukan. Khususnya yang dapat meningkatkan awareness masyarakat terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan online.

“Meskipun digitalisasi keuangan tersebut memiliki banyak keunggulan, namun masyarakat juga perlu selalu waspada dan perlu mengetahui risiko-risiko dari adanya perkembangan keuangan digital tersebut,” jelas Didik. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement