Jumat 03 Mar 2023 00:07 WIB

Komentar Singkat Jimly Putusan Penundaan Pemilu PN Jakpus: Hakim Layak Dipecat

Jimmly menilai putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu 2024 tidak tepat

Rep: Bambang Naroyono/ Red: Nashih Nashrullah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Sekjen MK di Jakarta, Sabtu (1/10/2022). Pertemuan para mantan Hakim dan Ketua MK yang berlangsung tertutup tersebut membahas keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan digantikan dengan Sekjen MK Guntur Hamzah secara sepihak yang dinilai merusak demokrasi. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Sekjen MK di Jakarta, Sabtu (1/10/2022). Pertemuan para mantan Hakim dan Ketua MK yang berlangsung tertutup tersebut membahas keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan digantikan dengan Sekjen MK Guntur Hamzah secara sepihak yang dinilai merusak demokrasi. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Jimly Asshiddiqie meminta Mahkamah Agung (MA) memecat tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus)  yang memutuskan gugatan keperdataan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Jimly menegaskan, tiga hakim pengadilan tingkat pertama itu fatal dalam amar putusannya dengan menghukum pihak tergugat, untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Baca Juga

“Hakimnya itu layak untuk dipecat saja,” begitu kata Jimly kepada Republika.co.id via pesan singkat, Kamis (2/3/2023).

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara itu menjelaskan, sengketa antara Partai Prima dengan KPU tersebut, adalah keperdataan.

Hal itu sesuai dengan materi gugatan penggugat kepada tergugat. Namun sengketa keduanya itu, pun menyangkut dengan perkara kepemiliuan yang mempersoalkan proses verifikasi peserta pemilu. Dari verifikasi kepesertaan pemilu KPU memutuskan Partai PRIMA tak lolos ke Pemilu 2024.  

Materi perkara tersebut, pun sebetulnya, kata Jimly, jika terjadi sengketa, penyelesaiannya, ada di ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). “Bukan ke pengadilan perdata,” terang Jimly.

Jika nantinya sengketa kepemiliuan antara keduanya itu berujung pada hasil pemilu, pun ada lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai kamar yadikatif penyelesaian perkaranya. Akan tetapi, kata Jimly, Partai PRIMA mengajukan gugatan keperdataannya terhadap KPU atas kerugian dari proses verifikasi peserta pemilu itu ke PN Jakpus.

Pun itu, Jimly menegaskan, sudah salah kaprah. “Hakimnya tidak profesional, dan tidak mengerti hukum sama sekali. Tidak mengerti hukum pemilu, tidak mampu membedakannya dengan urusan private (keperdataan), dan yang menjadi urusan publik,” begitu kata Jimly menegaskan.

Baca juga: Sulit Khusyu Ketika Sholat? Ini 3 Kiat yang Diajarkan Syekh As Syadzili

Peradilan keperdataan, kata Jimly, mewajibkan para hakimnya untuk membatasi diri pada putusan yang hanya mengikat antara si penggugat dan si tergugat. Dengan tak mengikat pihak lain yang tak ada sangkut-pautnya dengan sengketa keduanya.

Sedangkan masalah pemilu, dikatakan Jimly, menyangkut tentang semua warga negara. “Sanksi (putusan) dari keperdataan itu, juga cukup seperti ganti-kerugian, atau yang lain, yang tidak menyangkut hak-hak orang lain. Bukan malah memutuskan menunda pemilu, yang tegas itu (pemilu) adalah hak masyarakat, dan merupakan kewenangan KPU sebagai penyelanggara (pemiu),” begitu kata Jimly.

Jimly, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu meminta agar KPU selaku tergugat dalam perkara tersebut mengajukan banding.

Pun kata Jimly, agar semua pihak memastikan pemantauan proses perlawanan hukum atas putusan salah dari sengketa ajuan Partai Prima itu. “Putusan PN Jakarta Pusat ini harus diajukan banding. Dan bila perlu sampai ke kasasi (di Mahkamah Agung). Kita awasi dan tunggu sampai inkrah,” begitu kata Jimly.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement