Jumat 03 Mar 2023 11:02 WIB

Dewan: Masyarakat Punya Hak Digital untuk Berekspresi di Internet

Hak untuk berekspresi di internet tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Anggota Komisi I DPR, Subarna.
Foto: Dok pribadi
Anggota Komisi I DPR, Subarna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Subarna mengajak masyarakat untuk mengetahui pentingnya hak-hak digital. Menurut dia, kemajuan internet dan media sosial (medsos) membuat masyarakat sebetulnya mempunyai hak digital.

Adapun hak digital ialah hal untuk mengakses, menggunakan menciptakan, dan menyebarluaskan kerja digital, dan untuk mengakses komputer dan perangkat elektronik lainnya, termasuk jaringan komunikasi, khususnya internet. Hal itu merupakan perluasan hak asasi manusia.

"Hak-hak digital ini meliputi hak untuk mengakses internet, hak untuk berekspresi di internet, hak untuk rasa mana di ranah digital atau internet," ujar politikus Partai Gerindra itu dalam siaran pers di Jakarta pada Jumat (3/3/2023).

Subarna menyampaikan, hak untuk mengakses internet merupakan hak individu untuk mengakses semua hal yang ada di internet sesuai hukum yang ada. "Karenanya, seseorang yang menghalangi akses internet telah melanggar hukum internasional," ucapnya dalam webinar bertema 'Hak-Hak Digital' di Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Co-Founder Jakarta Good Guide, Pracandha Adwitiyo menjelaskan, kewajiban di dunia digital juga tak kalah pentingnya. Hak untuk berekspresi di internet, menurut dia, sudah tercantum sejak lama dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Pracandha menyatakan, kebebasan di dunia internet harus dibatasi dengan adanya kewajiban-kewajiban di dunia digital. "Kewajiabnnya cuma satu: memenuhi hak pengguna lain, menggunakan internet dengan bijak dan sehat, dan tidak memproduksi atau menyebar hoaks," ujarnya.

Dosen IAIN Manado, Taufani menganalisis penggunaan meme di internet yang dapat menjadi kritik sosial yang sangat kreatif.  Taufani menjelaskan ada sejumlah aturan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengandung internet. Di antaranya, Pasal 207 KUHP, Pasal 27, Pasal 1 UU ITE tentang kesusilaan, berita bohong, dan ancaman secara pribadi.

Karena itu, Taufani memberi tips agar tidak terjerat UU ITE saat melakukan kritik sosial. Pertama, ingatkan diri di dunia maya sama seperti dunia digital. Kedua, mengenali dan tidak menyebarkan hoaks. Ketiga, tidak menyebarkan data pribadi. Keempat, tidak melontarkan komentar atau ujaran tak sopan. Kelima, tidak mencemarkan nama baik.        

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement