REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Pakar Kesehatan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan, penularan virus flu burung seakan menjadi bom waktu yang harus diantisipasi. Hal ini perlu diantisipasi agar tidak menjadi ancaman serius sebagai bencana kesehatan.
"Pencegahan terhadap meluasnya kasus flu burung ini sangat penting sehingga edukasi kepada kelompok yang berisiko tinggi dan masyarakat pada umumnya perlu digalakkan," kata dia di Banjarmasin, Kamis (2/3/2023).
Syamsul menyebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti kembalinya kasus flu burung pada manusia menyusul meninggalnya seorang anak perempuan berusia 11 tahun di Kamboja akibat virus penyebab flu burung. Meski begitu, menurut laporan WHO potensi transmisi manusia ke manusia masih sangat rendah.
Kasus flu burung juga ditemukan di Kalimantan Selatan berdasarkan laporan tanggal 28 Februari 2023 dilaporkan 30 ekor unggas positif flu burung dari 80 unggas yang dilakukan pemeriksaan swab trakea yang merupakan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) Sub Tipe H5N1 Clade 2.3.4.4b. Namun, jenis virus yang ditemukan di Kamboja merupakan subtipe 2.3.2.1c, berbeda dengan yang ditemukan di Indonesia.
Syamsul menjelaskan, flu burung penyakit menular yang disebabkan virus influenza tipe A (H5N1) dan ditularkan oleh unggas. Oleh karena itu, beberapa faktor determinan kasus penyakit menular termasuk flu burung yang harus dipahami masyarakat dengan menggunakan segitiga epidemiologi yaitu interaksi antara host (pejamu), agent (penyebab) dan environment (lingkungan).
Dipaparkan Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu, untuk penyebab penyakit infeksius bisa bakteri, virus, parasite, jamur, atau kapang. Ketika semakin banyak virus menyebar, maka semakin besar pula kemungkinannya menyebar ke manusia.
Setelah virus menginfeksi manusia, kekhawatiran selanjutnya virus dapat beradaptasi lebih lanjut untuk memungkinkan penularan dari manusia ke manusia. Berikutnya pejamu merupakan organisme, biasanya manusia atau hewan yang menjadi tempat persinggahan penyakit.
Efek yang ditimbulkan organisme penyebab penyakit terhadap tubuh juga ditentukan oleh tingkat imunitas, susunan genetik, tingkat pajanan, status kesehatan dan kebugaran tubuh pejamu. Sedangkan lingkungan segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit.
Adapun faktor lingkungan yang sangat dominan mempengaruhi penularan avian influenza cenderung terjadi pada keluarga yang melakukan aktivitas berternak unggas atau terpapar unggas, tempat tinggal mereka berada sangat dekat dengan kandang unggas atau kurang dari 25 meter. Syamsul menyarankan, beberapa pencegahan yang dapat dilakukan terutama pada manusia kelompok berisiko tinggi yaitu pekerja peternakan dan pedagang yaitu mencuci tangan dengan disinfektan dan mandi sehabis bekerja.
Kemudian, menghindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung, menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan pakaian kerja serta membersihkan kotoran unggas setiap hari. Sementara untuk masyarakat umum diharuskan menjaga kebersihan dan sering mencuci tangan dengan sabun serta menerapkan pola hidup sehat agar daya tahan tubuh terjaga.
Karena telur juga dapat tertular, sebut dia, maka penanganan kulit telur perlu dapat perhatian. Konsumen sebaiknya langsung mencuci telur mentah yang baru dibeli, biasanya ada sedikit menempel kotoran ayam agar tidak terjadi kontaminasi sebelum disimpan di kulkas.
"Daging unggas harus dimasak hingga matang betul dengan suhu minimal 700 celsius," ujarnya.