REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- ITB terus berinovasi dan mendukung riset desain, agar produk-produk yang dikembangkan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Salah satu inovasi yang dikembangkan peneliti ITB terkait desain adalah, menyulap kotoran sapi menjadi material untuk berbagai produk.
Menurut Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Dr Adhi Nugraha, MA, penelitian yang dilakukan dirinya dan tim risetnya, didorong oleh keinginannya untuk mengurangi limbah kotoran kandang dan pencemarannya terhadap lingkungan.
Adhi pun tak menyangka, salah satu desain produk yang digagasnya berhasil mendunia. Ide awal penelitiannya, berawal karena ia tinggal di desa yang kebanyakan penduduknya peternak sapi.
"Dan memang mereka kurang arif dalam mengatasi limbah kotorannya. Maka dari itu, saya dapat ide untuk memanfaatkan kotoran sapi ini sebagai bahan baku agar limbah ini tidak lagi dibuang ke mana saja,” ujar Adhi, Jumat (3/3/2023).
Riset pengolahan kotoran sapi ini, kata dia, sudah memasuki tahun kedua. Dr Adhi bersama tim sejauh ini telah berhasil merancang beberapa prototipe dari material yang dibuat. Para anggota yang terdiri dari peneliti di berbagai bidang serta para mahasiswa sebagai desainer junior memetakan tanggapan penduduk tentang kondisi lingkungan dan pengolahan kotoran sapi sebelum mulai mempersiapkan serangkaian percobaan agar mendapatkan hasil bahan yang paling optimal.
"Warga desa sekitar sangat antusias dengan ide tim karena ikut dilibatkan dalam produksi pengolahan kotoran sapi ini. Masyarakat juga berharap kegiatan ini bisa menjadi tambahan penghasilan baru," katanya.
Menurutnya, tim menyulap kotoran sapi menjadi sebuah produk caranya adalah kotoran sapi dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air. Lalu, ampasnya dikeringkan dan ditambahkan beberapa bahan aditif untuk menghasilkan bahan baku yang baru. Material inilah yang digunakan dalam pembuatan bagian luar produk, seperti lampu, pengeras suara, dan lainnya.
"Cetakan produk tersebut disiapkan dan diisi dengan hasil pengolahan limbah sapi. Setelah kering, cetakan dicopot dan produk siap digunakan atau melalui proses finishing," katanya.
Selama pengerjaan, kata Dr Adhi, ia dan timnya harus memecahkan dua permasalahan dalam membuat inovasi tersebut. Pertama, mereka harus mencari cara untuk menghilangkan bau kotoran.
Oleh karena itu, kata dia, timnya coba menanggulanginya dengan berbagai proses pembersihan dan menambahkan bahan-bahan yang dapat mengurangi baunya. Selain itu, timnya juga ingin mengusung produk all-natural. Untuk itu penggunaan bahan-bahan kimia dibuat seminim mungkin.
“Isu penting lainnya adalah patent dan sertifikasi produk agar menjamin keamanan inovasi kami, terlebihnya dalam persoalan sanitasinya. Tentu, riset kami sudah menunjukkan hasil yang sangat baik,” paparnya.
Ardhi juga menyatakan pentingnya peran masyarakat dan peneliti dalam perancangan produk yang memerlukan berbagai bidang studi seperti antropologi, perteknikan, dan seni.
Sejauh ini, kata dia, produknya telah dipamerkan di berbagai ajang pameran di dalam dan luar tanah air, contohnya ICAD 2022 di Jakarta, JIA 2022 di Bali, dan FINE 2022 di Singapura. Banyak pengunjung yang tertarik dengan produk mereka, menawarkan mereka untuk mempromosikan karyanya di galeri mereka atau ingin membeli karya-karya mereka.
“Kami senang banyak orang yang tertarik pada produk yang kami buat,” kata Dr Adhi.
Dalam pengembangan produk ke depannya, kata Dr Adhi, pihaknya ingin fokus mendesain produk elektronik dengan material hasil olahannya sambil menyempurnakan produk-produk yang sudah dibuat. Pengembangan bahan bakunya pun terus diteliti dengan cara menggabungkannya dengan bahan-bahan limbah lain yang mudah ditemukan secara lokal, dalam rangka mendukung konsep ekonomi sirkular.
“Semoga produk yang dibuat dapat menjadi contoh dalam pemecahan isu-isu lingkungan dan sosial agar kehidupan masyarakat sekitar lebih nyaman lewat kontribusi ekonomi dan kerjasama dengan mereka yang lancar," katanya.