Sabtu 04 Mar 2023 01:31 WIB

Jerman Latih Tentara Ukraina Gunakan Senjata Pertahanan Udara Canggih

Pelatihan ini memungkinkan pasukan Ukraina menangkal serangan Rusia dengan lebih baik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Gambar tak bertanggal dari rudal IRIS-T yang terpasang pada jet tempur.
Foto: EPA/Diehl
Gambar tak bertanggal dari rudal IRIS-T yang terpasang pada jet tempur.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Di sebuah hutan terpencil Jerman yang jauh dari pengintaian, sekitar 40 orang tentara Ukraina mengikuti kursus kilat di salah satu sistem pertahanan udara paling canggih di Barat. Pelatihan ini memungkinkan pasukan Ukraina menangkal serangan Rusia dengan lebih baik.

Sastem SLM IRIS-T adalah salah satu senjata paling didambakan yang dipasok Berlin ke Kiev. Sistem ini menawarkan jangkauan sekitar 40 kilometer dan pandangan 360 derajat.

Baca Juga

“Tugas utama kami adalah belajar secepat mungkin sehingga kami dapat kembali dan terus berjuang,” kata Myckhailo (45 tahun) yang telah menjadi tentara selama 27 tahun.

Sejauh ini, satu unit IRIS-T yang telah dikerahkan di Ukraina telah digunakan untuk menembak jatuh rudal jelajah yang digunakan Moskow untuk menyerang pembangkit listrik, dan pesawat termasuk drone Shahed buatan Iran. Kesuksesan sistem ini cukup mencengangkan.

“Beberapa hari yang lalu, komandan angkatan udara kami mengatakan IRIS-T telah mencapai 51 dari 51 target, itu adalah kuota 100 persen untuk drone Shahed dan rudal jelajah,” kata tentara Ukraina lainnya, Anatolii (36 tahun).

Anatolii menambahkan, Kiev membutuhkan setidaknya 12 sistem IRIS-T. Berlin telah berjanji untuk mengirim total empat sistem IRIS-T. Sistem IRIS-T yang kedua akan tiba dalam beberapa minggu mendatang di Ukraina. 

Militer Jerman telah mengorganisir acara media besar yang menunjukkan bagaimana pasukan Ukraina mempelajari cara mengoperasikan tank Leopard 2. Tetapi Jerman berhati-hati dalam memberikan akses ke pelatihan pada sistem IRIS-T yang dibangun oleh pembuat senjata Jerman, Diehl.

“Rusia melihat IRIS-T sebagai pengubah permainan.  Ini adalah sistem modern, padahal mereka telah mengetahui potensi tank Leopard untuk sementara waktu,” kata seorang perwira angkatan udara Jerman.

Tiga wartawan pertama yang mengunjungi tempat pelatihan diminta untuk tidak mengungkapkan lokasi. Para wartawan diminta menyerahkan ponsel dan jam tangan pintar mereka untuk mencegah penyadapan.

Ketika para wartawan tiba di tempat pelatihan, radar yang dipasang di truk perlahan-lahan berputar di sebuah bukit kecil. Sementara sekitar selusin tentara Ukraina berdesakan di pos komando IRIS-T.

Dengan menggunakan gambar radar langsung serta simulator, para tentara Ukraina belajar bagaimana memilih target mereka dan menembak jatuh target dengan menekan tombol "FIRE" yang terletak di bawah satu set layar sentuh.

Ketika ditanya tentang perbedaan utama dengan pertahanan udara buatan Soviet seperti S-300 atau Buk, Ukraina menyebutkan efektivitas yang lebih besar tetapi juga kompleksitas yang lebih besar. Seorang pelatih Jerman mengatakan, IRIS-T tidak dapat dioperasikan dengan “menghidupkan dan mematikan sakelar.  

"Di sini Anda memiliki tombol dengan delapan submenu pada layar sentuh," ujar pelatih Jerman itu.

Persiapan sistem IRIS-T tidak memakai waktu lama, yaitu hanya sepertiga dari waktu untuk menyiapkan sistem Patriot. Sistem pertahanan udara mana pun akan memberikan posisinya begitu radar dihidupkan.

Ketika ditanya bagaimana rasanya berada di negara yang damai setelah satu tahun perang, Dmytro dan Myckhailo menggambarkan bahwa mereka berada pada situasi yang aneh. “Tidak biasa melihat dan mendengar pesawat terbang di langit.  Di Ukraina, ruang udara ditutup jika ada yang terbang ke sana, itu bisa berbahaya,” kata Dmytro.

“Secara fisik, sangat nyaman di sini.  Secara mental, kami tidak bisa menikmati situasi ini karena keluarga dan rekan kami berada di Ukraina dan beberapa dari mereka telah meninggal dunia,” tambah Dmytro.

Myckhailo mengatakan, perhatian utamanya adalah keselamatan keluarganya di rumah. Dia tidak memungkiri bahwa ada kenyamanan ketika berada di negara yang damai. 

“Hal yang paling menyenangkan adalah bisa tidur selama delapan jam berturut-turut. Tapi kami di sini bukan sebagai turis, ini perjalanan bisnis. Kami akan kembali setelah perang untuk bersantai, saat ada kedamaian. Tapi tidak sekarang, kami adalah tentara," ujar Myckhailo.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement