REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, mengatakan, Rusia tidak berencana untuk mengumumkan status darurat militer setelah insiden serangan baru-baru ini di wilayah Bryansk. Dalam jumpa pers di Moskow, Jumat (3/3/2023), mengutip Anadolu, Peskov mengatakan, penyelidikan sedang berlangsung dan kesimpulan akan dibuat setelah selesai.
Dia mengatakan bahwa langkah-langkah keamanan tambahan telah diberlakukan di wilayah Bryansk, yang berbatasan dengan Ukraina, untuk waktu yang lama. Peskov mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Rusia pada Jumat, dan insiden di wilayah Bryansk akan menjadi salah satu agenda pembahasan.
Pada Kamis (2/3/2023), Moskow menyebut pasukan Ukraina melancarkan serangan di wilayah Bryanskhingga menewaskan seorang warga sipil dan melukai seorang anak laki-laki berusia 10 tahun. Peskov menyebut anak lelaki yang terluka dalam serangan itu sebagai pahlawan karena ia membantu dua anak lainnya untuk selamat.
Warga sipil yang tewas adalah seorang pengemudi yang juga membantu menyelamatkan anak-anak itu dari serangan, yang disebut Presiden Putin sebagai serangan teroris. Lebih lanjut Peskov mencatat bahwa meskipun terjadi insiden terbaru tersebut, AS terus memasok senjata ke Ukraina.
"Kami mencatat keberlanjutan AS untuk meningkatkan pasokan senjata sendiri dan membujuk sekutunya di Eropa, yaitu negara-negara Uni Eropa, untuk meningkatkan pasokan serupa," kata dia.
Peskov mengatakan, pasokan senjata yang terus menerus akan menjadi beban bagi warga negara Uni Eropa dan akan berdampak negatif pada kesejahteraan mereka.
"(Pengiriman senjata) itu pada prinsipnya tidak akan dapat mempengaruhi hasil peristiwa, tetapi itu akan membuat konflik lebih berlarut-larut dan dengan konsekuensi yang lebih menyedihkan bagi rakyat Ukraina ini adalah fakta," ujar dia.