Sabtu 04 Mar 2023 17:06 WIB

Impor Kereta Bekas dari Jepang, Didukung Kemenhub Ditolak Kemenperin

Luhut minta praktik impor rangkaian kereta bekas tidak boleh terulang lagi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Erik Purnama Putra
KRL Commuter Line berhenti untuk menaikan dan menurunkan penumpang di Stasiun Cilebut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/10/2022).
Foto: ANTARA /Yulius Satria Wijaya
KRL Commuter Line berhenti untuk menaikan dan menurunkan penumpang di Stasiun Cilebut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Commuter Line ingin mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang untuk dioperasikan sebagai KRL Commuter Line di rute Jabodetabek. Hal itu arena sejumlah rangkaian harus dipensiunkan karena masa tugas sudah selesai.

Jika tidak ada rangkaian baru yang datang, dikhawatirkan sekitar 200 ribu penumpang KRL Commuter Line bisa tidak terlayani. Sayangnya, kebijakan impor itu dilarang Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan alasan PT Industri Kereta Api (Inka) sudah bisa memproduksi rangkaian di dalam negeri.

Dalam situasi pelik tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendukung upaya peremajaan sarana KRL yang dilakukan KCI. Dukungan tersebut disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi teknis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub M Risal Wasal pada 19 Desember 2022.

"Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama," tutur Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati kepada wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Adita menyadari, terdapat kebutuhan lain dalam pengadaan sarana kereta, yakni pemanfaatan produk dalam negeri dengan penggunaan produk PT Inka. Meskipun begitu, Adita menuturkan, perlu ada solusi sementara untuk mengatasi lonjakan penumpang KRL sampai produk Inka selesai dan dapat digunakan.

Adita menjelaskan, masa produksi sarana kereta KRL baru oleh PT Inka membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun sejak sekarang. "Sehingga, sarana KRL bukan baru menjadi pilihan yang bijak menurut kami, sembari menunggu proses produksi dari Inka selesai," ucapnya.

Sekretaris Jenderal Kemenperin, Dody Widodo menegaskan Indonesia tidak perlu melakukan impor rangkaian KRL dari Jepang. Pasalnya, industri kereta nasional sudah mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.

"PT Inka bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang? Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp 1,3 triliun," kata Dody.

Dody menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan rangkaian kereta dalam jumlah besar memang membutuhkan waktu. Dia mengakui ,pemesanan rangkaian tidak dapat direalisasikan dalam semalam.

Untuk itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap rangkaian KRL yang beroperasi. "Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi," jelas Dody.

Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan membahas lebih lanjut mengenai rencana KCI yang akan mengimpor kereta bekas. Luhut menilai, impor rangkaian kereta bekas juga tidak boleh terulangi lagi.

"Jadi ini nggak boleh buat kesalahan-kesalahan seperti ini lagi. Dulu pernah impor barang bekas, masa sekarang mau impor barang bekas lagi?" kata Luhut di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Luhut menginginkan ke depan harus membuat perencanaan untuk tidak impor kereta. Meskipun begitu, Luhut mengakui jika tidak impor membutuhkan alokasi dana yang mahal namun uangnya tetap berputar di dalam negeri.

Di sisi lain, jika memang kebutuhan mendesak untuk impor kereta bekas, Luhut memastikan akan diupayakan tidak melalui pihak ketiga. "Kemudian nanti harganya yang benar jangan sampai ada penyimpangan-penyimpangan juga," tutur Luhut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement