Sabtu 04 Mar 2023 17:54 WIB

Prima Merasa Haknya Dirampas KPU Hingga Akhirnya Menggugat ke PN Jakpus

Agus Jabo Priyono mengingatkan KPU agar melaksanakan tahapan pemilu dari awal lagi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Agus Jabo Priyono.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Agus Jabo Priyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Agus Jabo Priyono menjelaskan alasan gugatan penundaan pemilu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Dia mengeklaim, bukan sekadar mengalami perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU, tapi di dalamnya terdapat pula pelanggaran hukum paling mendasar terhadap pelanggaran hak asasi.

Padahal, hak asasi untuk bisa ikut Pemilu 2024 sudah diatur oleh konstitusi maupun konvensi internasional tentang hak asasi dan undang-undang yang berlaku. Agus menuturkan, pihaknya sudah mendatangi Bawaslu mengikuti sengketa proses verifikasi dan memenangkan perselisihan itu.

Namun, KPU tetap bergeming tidak meloloskan Prima. Hingga akhirnya, ia menggugat ke PN Jakpus, yang putusan hakim menyatakan penundaan pemilu sampai Juli 2025.

Agus menjelaskan, Bawaslu sebenarnya memberi hak kepada Prima untuk memperbaiki data, dan KPU diwajibkan mengakomodasi perbaikan tanpa batasan persyaratan peserta pemilu. Namun, ia berpendapat, KPU malah melakukan pembatasan. "Melalui Suratnya Nomor 1063/PL.01.1-SD/05/2022 membatasi hak kami untuk melakukan perubahan/perbaikan," kata Agus di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).

Menurut Agus, partainya sudah mengajukan keberatan terhadap permasalahan itu melalui surat ke KPU dan meminta dibukanya lima kabupaten/kota yang terkunci dalam Sipol. Namun, permintaan itu diabaikan komisioner KPU. Akhirnya, Prima memilih mendatangi  Bawaslu dan PTUN.

Namun, dampak dari perbuatan melawan hukum KPU tersebut membuat Prima mengalami kembali kehilangan hak untuk bisa membela diri atau mempertahankan hak-hak. Jika sudah seperti itu, Agus mempertanyakan, ke mana lagi harus mencari keadilan.

Dia merasa, sebagai parpol berhak mendapat perlindungan hukum pengadilan atas perlakuan tidak adil atau diskriminasi untuk menjadi bagian dari pemerintahan. Agus menuding, KPU turut melanggar hak-hak sipil dan politik dalam International Covenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.

Agus mengingatkan KPU agar tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan dari PN Jakpus. Selain itu, melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari sebagai hukuman yang rasional. Tujuannya, tercipta kesamaan hak dan keadilan bagi Prima sejalan Pasal ICCPR dan UU Nomor 12 Tahun 2005.

Agus menekankan, hak konstitusional dari warga negara untuk memilih dan dipilih merupakan hak yang dijamin konstitusi, undang-undang dan konvensi internasional. Sehingga, pembatasan perlakuan yang tidak adil merupakan sebuah pelanggaran.

"Terhadap hak asasi dari warga negara, termasuk hak kami yang dijamin konstitusi yang dengan demikian terbukti KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar Agus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement