REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang dan Australia pada Sabtu mengumumkan peluncuran rantai pasokan hidrogen, saat kedua negara dan negara-negara Asia Tenggara berkumpul untuk pertemuan pertama para menteri membahas pengurangan emisi karbon di kawasan.
Dalam pesan video untuk pertemuan yang membahas kerangka kerja Masyarakat Asia Nol Emisi (AZEC), sebuah inisiatif yang diajukan Jepang, Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan hidrogen dapat menjadi sumber energi terutama di kawasan yang rawan bencana alam.
"Di Asia, kita harus memiliki sebanyak mungkin pilihan energi, dan hidrogen serta amonia merupakan beberapa pilihan," kata Kishida seperti dilansir kantor berita Kyodo.
Jepang mengajukan teknologi dekarbonisasi, seperti penggunaan hidrogen dan amonia pada pembangkit listrik tenaga termal dan penangkapan karbon dioksida. Teknologi itu mampu menetralkan karbon sambil menyimpan pasokan energi yang stabil di tengah krisis energi akibat invasi Rusia ke Ukraina.
"Berdasarkan akumulasi teknologi hidrogen dan pengalaman negara kami selama bertahun-tahun, kami ingin memperluas rantai pasokan hidrogen ke kawasan Indo-Pasifik," ujar Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Yasutoshi Nishimura pada pertemuan tingkat menteri selama satu hari tersebut di Tokyo.
Kishida mengenalkan konsep AZEC pada Januari 2022 untuk mempromosikan dekarbonisasi di kawasan dan bekerja sama meningkatkan transisi ke energi bersih. Australia dan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, kecuali Myanmar, telah bergabung dengan inisiatif tersebut.
hina, sebagai negara penghasil karbondioksida terbanyak di dunia, tidak menjadi bagian dari inisiatif tersebut. Asia Tenggara merupakan pusat ekonomi dan peningkatan emisi, dan upaya dekarbonisasi akan memiliki dampak besar pada kemajuan aksi iklim baik secara regional maupun global, menurut ahli iklim dan energi.
Kawasan Asia Timur dan Pasifik juga penting dalam upaya global memerangi perubahan iklim karena menjadi penyumbang sepertiga dari total gas emisi rumah kaca dan 60 persen konsumsi batu bara dunia, menurut Bank Dunia.