Ahad 05 Mar 2023 18:19 WIB

Masjid di Inggris Terancam Dampak Penyelidikan Serangan Manchester Arena 2017 Dirilis

Masjid Didsbury Inggris dituding terlibat Serangan Manchester Arena 2017

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Masjid Didsbury Inggris. Masjid Didsbury Inggris dituding terlibat Serangan Manchester Arena 2017
Foto: muslimsinbritain.org
Masjid Didsbury Inggris. Masjid Didsbury Inggris dituding terlibat Serangan Manchester Arena 2017

REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER – Pusat Islam di Manchester Inggris, yang dikenal sebagai Masjid Didsbury, mendapat ancaman kekerasan. Ancaman ini menyerukan pembongkaran dan deportasi terhadap para jamaah masjid. 

Ancaman ini berdatangan setelah Penyelidikan Serangan Manchester Arena 2017 dirilis pada Kamis (2/3/2023) lalu. 

Baca Juga

Dalam laporan Penyelidikan Manchester Arena, disebutkan bahwa Masjid Didsbury, tidak berperan dalam radikalisasi pembom Salman Abedi atau saudaranya, Hashem Abedi.

Namun, dilansir Middle East Eye, Ahad (5/3/2023), pimpinan masjid cenderung menggampangkan kekuatan hubungan antara keluarga Abedi dan Masjid Didsbury pada tahun-tahun menjelang serangan Manchester Arena 2017. 

Saat itu, 22 orang tewas ketika Abedi, seorang pria Inggris-Libya berusia 22 tahun, meledakkan bom dalam ransel yang dibawanya. 

Ketua penyelidikan serangan tersebut, Sir John Saunders mengatakan, masjid telah menunjukkan kepemimpinan yang lemah karena gagal mengatasi lingkungan politik yang sangat beracun, yang dipicu konflik dan kerusuhan di Libya. 

"Pada pandangan apa pun, pada tahun-tahun menjelang serangan, kepemimpinan masjid tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap apa yang terjadi di tempat itu dan tidak memiliki kebijakan yang cukup kuat untuk mencegah politisasi tempat itu," kata Saunders. 

Sejak laporan tersebut dirilis, Pusat Islam Manchester telah bersiaga. Polisi berpatroli di daerah tersebut untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan serangan. 

Tracey Pook, koordinator keterlibatan masyarakat Masjid Didsbury, telah memantau jumlah ancaman yang diterima pusat tersebut dan mengatakan bahwa ancaman itu terus bertambah setiap jam. 

Dia menuturkan banyak orang yang menyerukan penghancuran masjid. Mereka juga menyebut ekstremis yang tinggal di masjid itu bertanggung jawab atas pembunuhan anak-anak. 

"Saya telah datang ke masjid selama 20 tahun terakhir. Di sanalah saya menjadi seorang Muslim, dan komunitas di sini sangat ramah. Komentar dan ancaman ini menyakitkan karena apa yang terjadi (di Manchester Arena) tidak sesuai dengan Islam. Masjid telah menjadi jantung komunitas sejak 1967 dan membantu mereka saat mereka paling membutuhkannya, seperti Covid-19," katanya. 

Pook mengatakan komentar paling mengkhawatirkan yang dia lihat secara daring merujuk pada aktivis sayap kanan Stephen Christopher Yaxley-Lennon, yang juga dikenal sebagai Tommy Robinson. 

Dia mengklaim bahwa dia benar ketika berusaha untuk menghadapi para pemimpin masjid pada 2017. 

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Fawzi Haffar, Ketua Pengawas Manchester Islamic Centre, mengatakan masjid tersebut sebelumnya harus berurusan dengan kelompok sayap kanan karena liputan media yang diterima setelah pemboman. 

Masjid tersebut juga menjadi sasaran serangan pembakaran pada September 2021. Masjid tersebut telah berkonsultasi dengan polisi setempat sebelum laporan tersebut dirilis dan telah menempatkan pengaturan keamanan karena kekhawatiran bahwa aktivis sayap kanan dapat kembali menargetkannya.

"Kami telah melakukan penilaian risiko, kami telah melakukan pelatihan kebakaran, kami telah memeriksa CCTV kami dengan benar. Kami telah mengambil setiap tindakan yang kami bisa," katanya.    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement