Ahad 05 Mar 2023 19:17 WIB

Perludem: Putusan PN Jakpus adalah Skenario Kelompok Penunda Pemilu 

Penundaan Pemilu 2024 dinilai mencederai sistem demokrasi Indonesia

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
 Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil, menduga  putusan PN Jakpus ini adalah bagian dari skenario yang terus menerus dilakukan sebagian atau sekelompok orang untuk menunda penyelenggaraan pemilu 2024
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil, menduga putusan PN Jakpus ini adalah bagian dari skenario yang terus menerus dilakukan sebagian atau sekelompok orang untuk menunda penyelenggaraan pemilu 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menduga ada persekongkolan di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024.

Putusan itu diduga merupakan bagian dari skenario besar, yang dibuat sekelompok orang yang memang sejak lama ingin menunda pemilu.  

Baca Juga

"Menurut saya ini (putusan PN Jakpus) bukan sesuatu yang muncul secara tiba-tiba. Saya menduga putusan PN Jakpus ini adalah bagian dari skenario yang terus menerus dilakukan sebagian atau sekelompok orang untuk menunda penyelenggaraan pemilu 2024," kata Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil, dalam saat konferensi pers lewat kanal YouTube ICW, Ahad (5/3/2023). 

Fadli menjelaskan, gerakan kelompok tersebut untuk menunda pemilu sudah berlangsung sejak lama. 

Mereka telah menyusun rangkaian skenario dengan tujuan akhir penundaan Pemilu 2024. "Saya menduga putusan PN Jakpus ini adalah bagian dari skenario itu," ujarnya.  

Dia pun mengajak semua pihak untuk melawan kelompok dan segala upayanya untuk menunda pemilu. Gerakan mereka tidak bisa dibiarkan karena bakal "merobohkan" demokrasi Indonesia.  

Terkait putusan penundaan pemilu itu sendiri, Fadli menegaskan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Pemilu. Sebab, konstitusi mengamanatkan pemilu digelar setiap lima tahun sekali.  

Selain itu, PN Jakpus juga tidak punya kewenangan mengadili sengketa pemilu, apalagi memutuskan penundaan pemilu. 

"Oleh karena itu, putusan tersebut sangat keliru dan tidak bisa dilaksanakan," ujar advokat peraih magister dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.  

PN Jakpus membuat putusan kontroversial pada Kamis (2/3/2023). Majelis hakim menyatakan KPU RI melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis menghukum KPU RI untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak putusan dibacakan.  

Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Januari 2024 ditunda menjadi Juli 2025. KPU RI tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.  

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Putusan PN Jakpus ini muncul saat isu perpanjangan masa jabatan presiden lewat penundaan pemilu masih sayup-sayup terdengar sejak awal 2023. Isu tersebut sebenarnya sudah bergulir sepanjang 2022.  

Pada 2022, isu tersebut awalnya dilontarkan oleh sejumlah menteri Jokowi dan tiga ketua umum partai yang tergabung dalam koalisi Pemerintahan Jokowi. 

Isu itu juga sempat diamplifikasi Ketua DPD dan Ketua MPR. Adapun Presiden Jokowi sendiri diketahui telah berulang kali menegaskan bahwa dirinya patuh terhadap konstitusi terkait masa jabatan presiden.     

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement