REPUBLIKA.CO.ID, Putusan kontroversial baru-baru ini lahir dari Jalan Bungur Besar Raya Nomor 24, Kecamatan Kemayoran, DKI Jakarta. Alamat yang menjadi lokasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) itu memutuskan penundaan Pemilu 2024 hingga menghebohkan seantero negeri.
Atas putusan aneh bin ajaib itu, Komisi Yudisial (KY) dipandang punya kewenangan yang memadai untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. KY bisa menelusuri alasan mengapa tiga hakim PN Jakpus bisa mengeluarkan putusan semacam itu.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan dalam diskusi daring pada Ahad (5/3). Ramadhan meminta KY menyerap kekhawatiran masyarakat atas putusan penundaan Pemilu.
"Putusan ini jadi pertanyaan besar dan jadi atensi publik terkait hakim di PN Jakpus, berangkat dari situ KY bisa pemeriksaan atau pendalaman melihat apa yang terjadi dalam pengambilan putusan tersebut dan kemudian terkait apa yang dilakukan PN Jakpus patut diduga ada sesuatu di balik itu," kata Ramadhan dalam kegiatan itu.
Ramadhan mengakui KY memang tak bisa menilai putusan hakim karena itu menjadi bagian dari kewenangan hakim. Hanya saja, KY bisa menelaah bagaimana tiga hakim bisa sampai pada putusan itu. Ia menduga ada kepentingan tertentu di balik putusan ini.
"Memang perlu dipertanyakan dan diperdalam apakah memang benar PN Jakpus memutus sesuai apa yang mereka yakini atau di balik ini ada sesuatu yang terjadi, nah peran KY ada disana," ujar Ramadhan.
Ramadhan mengajak, masyarakat menunggu respon tegas KY atas putusan ini. Ia berharap KY tak mengecewakan penantian masyarakat.
"KY punya cukup amunisi untuk lakukan langkah-langkah tersebut, nah memang nantinya kita akan tunggu KY serius lihat putusan ini, ngecek apa yang terjadi, masyarakat akan menunggu hasil apa yang dilakukan KY," ucap Ramadhan.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan mendorong inisiatif KY menyelidiki kecurigaan di balik putusan penundaan pemilu. Ia berharap KY tak terjebak dalam rentetan birokrasi dan mekanisme yang membuat pemeriksaan hakim pemutus perkara ini molor.
"Apa yang bisa dilakukan lembaga negara lain? KY harus bergerak dalam konteks penindakan untuk panggil minta klarifikasi 3 hakim pemutus perkara ini," ujar Kurnia.
Kurnia juga mendorong, agar KY nantinya melakukan eksaminasi atas putusan ini. Tujuannya, untuk mengetahui sejauhmana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, dan apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Berikutnya, KY bisa memberikan hasil eksaminasi putusannya kepada Mahkamah Agung (MA). Sehingga MA dapat menindaklanjutinya agar di kemudian hari tak lagi ada putusan semacam ini.
"Dalam konteks pencegahan kalau putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap, KY berwenang eksaminasi putusan untuk diserahkan ke MA agar tidak ada lagi putusan absurd seperti ini," ucap Kurnia.
Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada Kamis (2/3). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika, Kamis (2/3).
Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh PRIMA. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan PRIMA kabur atau tidak jelas.
Putusan ini diketok oleh Hakim Ketua Majelis Teungku Oyong dengan anggota hakim H.Bakri dan Dominggus Silaban. Atas putusan tersebut, KY memang berencana memanggil para hakim yang memutus perkara itu. KY bakal menelaah untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi atas putusan tersebut.
"Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi. Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan," Juru Bicara KY Miko Ginting kepada wartawan, Jumat (3/3).
Namun sampai dengan Jumat (3/3), pihak PN Jakpus mengaku belum menerima pemanggilan resmi hakim oleh KY. "Kami siap (kalau ada pemanggilan), undang-Undang memperbolehkan apabila hakimnya diperiksa," kata Jubir PN Jakpus Zulkifli Atjo kepada wartawan, Jumat (3/3).