Senin 06 Mar 2023 14:34 WIB

Rusia Sederhanakan Prosedur Visa dari Enam Negara, Indonesia Salah Satunya

Rusia juga sedang mengerjakan perjanjian perjalanan bebas visa dengan 11 negara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Rusia (ilustrasi). Pemerintah Rusia mengatakan, mereka sedang mengerjakan penyederhanaan prosedur visa untuk enam negara. Indonesia menjadi salah satu dari keenam negara tersebut.
Bendera Rusia (ilustrasi). Pemerintah Rusia mengatakan, mereka sedang mengerjakan penyederhanaan prosedur visa untuk enam negara. Indonesia menjadi salah satu dari keenam negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia sedang mengerjakan penyederhanaan prosedur visa untuk enam negara. Indonesia menjadi salah satu dari keenam negara tersebut.

“Selain India, (penyederhanaan prosedur visa) sedang dikerjakan dengan Angola, Vietnam, Indonesia, Suriah, dan Filipina,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Evgeny Ivanov, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Senin (6/3/2023).

Baca Juga

Sebelumnya, Ivanov mengungkapkan, Rusia sedang mengerjakan perjanjian perjalanan bebas visa dengan 11 negara, yakni Bahrain, Oman, Arab Saudi, Bahama, Barbados, Haiti, Zambia, Kuwait, Malaysia, Meksiko, serta Trinidad dan Tobago.

Sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada Februari tahun lalu, Moskow berusaha membangun hubungan lebih dekat dengan Cina, India, dan negara-negara Afrika. Hal itu karena Rusia dihadapkan pada sanksi berlapis dan bertubi-tubi dari Barat, khususnya negara anggota G7 dan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Sejauh ini, Cina dan India tak melayangkan kecaman atas langkah Rusia menyerang Ukraina. India bahkan meningkatkan pembelian minyak dari Moskow. Saat ini India presiden G20. Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan, negaranya siap berkontribusi dalam proses perdamaian Rusia dan Ukraina.

“Sejak awal perang Ukraina, India telah memperjelas hanya dialog dan diplomasi yang dapat menyelesaikan konflik ini. India siap berkontribusi penuh untuk setiap proses perdamaian,” kata Modi dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni di New Delhi, Kamis (2/3/2023) pekan lalu.

Konflik Ukraina tetap menjadi salah satu isu yang disorot di G20 di bawah keketuaan India. Tahun lalu, isu tersebut menjadi tantangan keketuaan Indonesia di G20. Kendati demikian, KTT di Bali pada 15-16 November berhasil menghasilkan Bali Leaders Declaration yang terdiri atas 52 paragraf. Selain perihal komitmen kerja sama ekonomi, transisi energi, dan ketahanan pangan, terdapat pula poin tentang konflik Rusia-Ukraina.

Pada poin atau paragraf ketiga disebutkan, sebagian besar anggota G20 mengecam perang di Ukraina yang menyebabkan penderitaan manusia, termasuk memicu inflasi, mendisrupsi rantai pasokan, mempertinggi ketidakamanan pangan dan energi, serta melambungkan risiko stabilitas keuangan.

Pada paragraf keempat dinyatakan pentingnya menjunjung hukum internasional dan sistem multilateral guna menjaga perdamaian serta stabilitas. Di dalamnya termasuk membela prinsip dan tujuan Piagam PBB, serta tunduk pada hukum humaniter internasional.

Dinyatakan pula, penggunaan senjata nuklir tidak dapat diterima. Kemudian disebutkan bahwa dialog dan diplomasi vital guna mengakhiri konflik.

Diadopsinya deklarasi tersebut meninggalkan citra positif bagi keketuaan Indonesia. Sebab sebelum KTT dihelat, mengingat perselisihan tajam yang melibatkan negara-negara besar di internal G20, pengadopsian deklarasi akhir disangsikan banyak pihak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement