REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo optimistis BSI tidak akan terperosok seperti Bank Muamalat saat menggarap segmen wholesale secara global. Menurutnya, dengan total ekuitas mencapai Rp 33,5 triliun dan Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal yang lebih dari 20 persen per Desember 2022, BSI memiliki kapasitas untuk mengoptimalkan potensi pembiayaan korporasi.
"Ekspansi dilakukan secara selektif pada sektor-sektor potensial dan menjadi prioritas pemerintah, utamanya pada sektor industri Halal (Halal Value Chain)," ujar Banjaran kepada Republika, Senin (6/3/2023).
Ekspansi pembiayaan korporasi tersebut tentunya dilengkapi dengan penguatan manajemen risiko dan tata kelola, mengingat risikonya lebih besar dibandingkan pembiayaan ritel. Monitoring intensif tidak hanya dilakukan terhadap kondisi nasabah, namun juga forward looking terhadap sektor pembiayaan seiring dinamika ekonomi dan industri.
"Selain itu, skema sindikasi akan dioptimalkan untuk mengurangi risiko konsentrasi terutama pada pembiayaan proyek skala besar," tegasnya.
Diketahui, Kementerian BUMN menginginkan BSI fokus menggarap segmen wholesale secara global. Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo saat menghadiri BSI Global Islamic Finance Summit 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Sejak masa awal berdiri hingga di usianya yang kedua, segmen konsumen menjadi andalan bisnis BSI. Kementerian BUMN pun mengnginkan BSI bisa masuk ke segmen wholesale yang berwawasan global. Namun, bila menengok ke belakang kesalahan dalam menjalankan strategi bisnis perusahaan menjadi bumerang sendiri untuk bank syariah. Bahkan kegagalan tersebut sudah dialami oleh Bank Muamalat yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia.
Kinerja Bank Muamalat tergerus lonjakan pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) dengan level di atas lima persen atau lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator. Bahkan, dalam laporan keuangan perseroan Januari-Agustus 2019, laba bersih Bank Muamalat hanya Rp 6,57 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya (Januari-Agustus 2018), laba bersih perusahaan mencapai 110,9 miliar. Dalam delapan bulan pertama tahun 2019, laba bersih perusahaan juga anjlok hingga 94,1 persen secara tahunan.