REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam momentum Nifsu Syaban, biasanya umat Islam di Indonesia menjalankan ritual keagamaan dengan berbagai macam tradisi. Setiap daerah pun memiliki tradisi yang berbeda-beda di malam Nisfu Syaban.
Seperti daerah Jakarta, masuyakat Betawi memiliki tradisi ruwah di malam Nisfu Syaban. Dalam tradisi ini, biasanya masyarakat akan mengajak sanak saudara, tetangga dan ustaz berkumpul di salah satu rumah. Kemudian, mereka mendoakan sanak saudara dan kerabat yang telah meninggal dunia agar diampuni segala dosanya semasa hidup dan dimasukkan surga.
Sedangkan di daerah Lombok, masyarakat muslim di sana meramaikan malam Nisfu Syaban dengan membawa botol yang diisi dengan air sumur. Mereka berharap bisa mendapatkan pencerahan dari Allah SWT.
Warga Lombok biasanya mengambil air dari sumur pada saat Azan Maghrib. Selanjutnya, warga akan menunaikan shalat Maghrib berjamaah dan dilanjutkan dengan membaca surat Yasin sebanyak tiga kali.
Merespons berbagai tradisi tersebut, Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab mengatakan, semua tradisi yang dilakukan pada malam Nisfu Syaban itu diperbolehkan, asalkan tidak melanggar syariat Islam.
“Itu kan tradisi, selama itu dilakukan tidak melanggar syariat kenapa tidak. Apalagi ketika berkumpul kemudian baca yasin bersama, berdoa bersama di situ juga akan ada silaturrahim, ada sedekah,” ujar Gus Aab saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/3/2023).
Menurut Gus Aab, selama tradisi di malam Nisfu Syaban itu tidak dilakukan dengan hal mungkarat, sah-sah saja dilakukan. Karena, menurut dia, tradisi itu asalnya mubah. “Jadi isi dari tradisi itu kan tergantung dari apa isinya. Kalau isinya itu adalah sesuatu kebajikan maka akan bernilai pahala,” ucapnya.
Jadi, tambah dia, bukan tradisinya yang perlu dilihat, tapi apa isi yang terdapat dalam tradisi tersebut. “Jadi kalau diisi dengan kemungkaran maka nanti akan menjadi kemaksiatan. Jadi itu bukan karena wadahnya, tapi karena isisnya. Sebab tradisi itu netral,” kata Gus Aab.
Pada malam Nisfu Syaban, masyarakat di pulau terpencil pun juga memiliki tradisi yang unik. Selian membaca surat Yasin sebanyak tiga kali di masjid, pada malam Nisfu Syaban masyarakat Bawean biasanya juga akan berbagi makanan kepada jamaah di masjid.
Bahkan, masyarakat di Pulau Bawean ada juga yang mengekspresikan dengan cara membuat Berkat (bingkisan) yang berukuran besar seperti dalam tradisi Maulid Nabi di Pulau Bawean. Berkat tetsebut kemudian diangkat ke masjid.
Pengasuh Pondok Pesantren Sirojul Baroya Bawean, Ustaz Aba Abror Al Muqoddam atau Gus Abror menjelaskan, acara makan bersama di Malam Nisfu Syaban tersebut masih sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk ith’amuth tha'am, yaitu memberikan makan kepada sesama.
"Nah, memberi makan itu tidak hanya terbatas pada orang yang tidak mampu. Kalau terbatas pada orang yang tidak mampu nanti itu pembahasannya sedekah dan sebagainya. Tapi, kalau ith'amuth tha'am itu bisa untuk orang kaya, orang miskin, atau siapapun itu," kata Gus Abror.