Selasa 07 Mar 2023 15:17 WIB

Komnas Perempuan Dorong Kasus Fatia Diselesaikan Lewat Restorative Justice 

Komnas Perempuan mendorong kasus Fatia diselesaikan melalui restorative justice.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Kordinator KontraS  Fatia Maulidiyanti. Komnas Perempuan mendorong kasus Fatia diselesaikan melalui restorative justice.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Komnas Perempuan mendorong kasus Fatia diselesaikan melalui restorative justice.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mendorong kriminalisasi terhadap aktivis Fatia Maulidiyanti diselesaikan lewat mekanisme restorative justice (RJ). Komnas Perempuan menilai penerapan RJ terhadap Fatia tergolong tepat. 

Saat ini, berkas perkara kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan itu sudah pada tahap 2. Kasus ini melilit Fatia dan Haris Azhar. 

Baca Juga

"Kasus ini terus kami monitor berharap ada penyelesaian yang baik. Ada model restorative justice yang tepat untuk kasus Fatia," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat ditemui dalam Peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 pada Selasa, (7/3). 

Andy menyampaikan pihak Fatia sudah mengadukan kasus hukum yang menderanya itu. Komnas Perempuan pun sempat memberikan keterangan saat penyelidikan kasus ini. Hingga saat ini, Komnas Perempuan masih memantau perkara ini.

"Kasus ini terus kami monitor berharap ada penyelesaian yang baik," ujar Andy. 

Andy juga menegaskan pembela HAM tak semestinya dikriminalisasi atas kerja-kerjanya. Sebab pekerjaan mereka justru mendorong pemajuan HAM yang bermanfaat bagi masyarakat. 

"Kami dukung upaya penyelesaian yang lebih cepat karena proses kriminalisasi pembela HAM itu akan ganggu upaya kita bersama untuk penegakkan hukum HAM maupun untuk kemajuan HAM yang dicita-citakan," ucap Andy. 

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi menilai kasus kriminalisasi pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar terkait kritiknya terhadap pejabat publik kian tampak dipaksakan.

Proses hukum yang memakan waktu sekitar satu tahun enam bulan memberi kesan keragu-raguan yang nyata dari kepolisian dan kejaksaan dalam melihat ada tidaknya unsur perbuatan pidana dalam perkara ini. 

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi ini terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia. Kemudian KontraS, LBH PP Muhammadiyah, ICJR, TATAK, LBH Sulteng, YLBH Sisar Matiti Manokwari, Lokataru Foundation, PAHAM Papua, LBH Pers, SAFEnet, ELSAM, AJAR, AJI, Asian Human Rights Commission (AHRC), dan juga WALHI.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement