REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Parlemen Israel (Knesset) pada Senin (6/3/2023) memperpanjang undang-undang yang mencegah reunifikasi keluarga Palestina untuk satu tahun lagi.
Perpanjangan undang-undang itu disahkan dengan pemungutan suara 20 mendukung dan 9 menolak di parlemen, kata Knesset dalam sebuah pernyataan.
Pertama kali dikeluarkan pada 2003 pada puncak intifada Palestina, undang-undang tersebut diperbarui setiap tahun.
Undang-undang tersebut terutama menargetkan warga Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur atau di Israel dan menikah dengan warga Palestina dari wilayah Tepi Barat atau Gaza. Undang-undang itu melarang keluarga tersebut mendapatkan izin tinggal di Israel.
Di bawah undang-undang itu, menteri dalam negeri tidak diizinkan untuk memberikan status kewarganegaraan atau izin tinggal di Israel untuk setiap warga negara dari Irak, Iran, Suriah, dan Libanon.
Anggota Knesset keturunan Arab Iman Khatib-Yasin menggambarkan perpanjangan undang-undang tersebut sebagai "kebalikan dari demokrasi."
"Itu rasisme dalam undang-undang itu sendiri. Setiap kali mereka harus memperbarui tempat tinggal sementara mereka, mereka takut saat mereka disuruh meninggalkan (Israel) dan dipisahkan dari pasangan atau anak-anak mereka," katanya.
Menurut sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Palestina dan Israel, ada ribuan keluarga Palestina yang terdampak undang-undang tersebut.