Selasa 07 Mar 2023 20:09 WIB

AS Siap Jaga Kehadiran di Irak

AS akan terus memperkuat kemitraan dalam mendukung keamanan Irak.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Tentara Amerika di Irak
Foto: muslimdaily
Tentara Amerika di Irak

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin, melakukan perjalanan mendadak ke Irak pada Selasa (7/3/2023). Dalam kunjungan itu, Austin menyatakan, AS siap menjaga kehadiran di Irak jika dibutuhkan.

"Pasukan AS siap untuk tetap berada di Irak atas undangan pemerintah Irak," kata Austin kepada wartawan setelah bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mohammed al-Sudani.

Baca Juga

Austin mengatakan, AS akan terus memperkuat kemitraan dalam mendukung keamanan Irak. "Amerika Serikat akan terus memperkuat dan memperluas kemitraan kami dalam mendukung keamanan, stabilitas, dan kedaulatan Irak," katanya.  

Sudani mengatakan, pendekatan pemerintahnya adalah menjaga hubungan yang seimbang dengan pemerintah regional dan internasional berdasarkan kepentingan bersama dan menghormati kedaulatan. Dia menegaskan, stabilitas Irak adalah kunci keamanan dan stabilitas kawasan.

Amerika Serikat saat ini memiliki 2.500 tentara di Irak dan tambahan 900 tentara di Suriah. Pasukan AS bertugas untuk membantu memberi nasihat dan membantu pasukan lokal dalam memerangi ISIS. Kelompok ekstremis ISIS pada 2014 merebut sebagian wilayah di Irak dan Suriah.

ISIS telah dilumpuhkan, tetapi sel-sel militan mereka bertahan di beberapa bagian Irak utara dan Suriah timur laut. Milisi yang didukung Iran di Irak kadang-kadang menargetkan pasukan AS dan kedutaannya di Baghdad dengan serangan roket. 

Amerika Serikat dan Iran nyaris mengalami konflik besar pada 2020 setelah pasukan AS membunuh komandan Garda Revolusi Iran Jenderal Qassem Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak di Baghdad.

"Saya pikir para pemimpin Irak memiliki kepentingan yang sama dengan kami, agar Irak tidak menjadi arena konflik antara Amerika Serikat dan Iran," kata seorang pejabat senior pertahanan AS, yang berbicara tanpa menyebut nama.

Dalam kunjungan ke Irak, Austin juga bertemu dengan presiden Wilayah Kurdistan Irak, Nechirvan Barzani, di tengah perselisihan berkepanjangan mengenai transfer anggaran dan bagi hasil minyak antara pemerintah nasional dan pemerintah Kurdi. Ini adalah kunjungan pejabat pertama AS selama hampir 20 tahun setelah invasi pimpinan AS yang menggulingkan Saddam Hussein.

Invasi pada 2003 menyebabkan kematian puluhan ribu warga sipil Irak dan menciptakan ketidakstabilan yang akhirnya membuka jalan bagi kebangkitan militan ISIS setelah AS menarik pasukannya pada 2011. Austin Ladalah komandan terakhir pasukan AS di sana setelah invasi.

Pemerintahan mantan Presiden George W Bush mengutip keyakinannya bahwa pemerintah pemimpin Irak Saddam Hussein memegang senjata pemusnah massal untuk membenarkan keputusan menginvasi Irak. Pasukan AS dan sekutu kemudian menemukan bahwa persediaan tersebut tidak ada.

Austin yang merupakan mantan kepala semua pasukan AS di Timur Tengah, mengatakan pada 2011 bahwa Amerika Serikat telah mencapai tujuan militernya di Irak. Namun di bawah mantan Presiden Barack Obama, Amerika Serikat mengirim ribuan tentara kembali ke Irak dan Suriah tiga tahun kemudian untuk mendukung perang melawan ISIS.

Menurut the Costs of War Project of the Watson Institute for International Studies di Brown University, antara 185.000 dan 208.000 warga sipil Irak tewas dalam perang tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement