REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan negaranya sedang mengalami krisis bersejarah yang dapat menghancurkannya dari dalam. Hal ini terjadi di tengah protes massal terhadap rencana pemerintah untuk memperbaiki sistem peradilan.
"Kami berada dalam krisis bersejarah yang mengancam untuk menghancurkan kami dari dalam," kata Herzog dalam pidatonya saat pertemuan dengan 100 walikota dan kepala dewan lokal, seperti dilansir Middle East Monitor, Selasa (7/3/2023).
Bahkan dia juga menyebut saat ini Israel berada di salah satu momen tersulit yang pernah dialami. "Sepertinya paradoks, bukan? Tidak ada rudal, tidak ada alarm, tidak ada peringatan merah. Tapi kita semua tahu jauh di lubuk hati bahwa ini adalah yang tertinggi. Bahaya nasional," tambahnya.
Pernyataan Herzog merujuk pada dampak ekonomi dari perselisihan internal. Dia mengungkapkan, dampak tersebut sangat besar. Ia telah meminta koalisi yang berkuasa dan oposisi untuk bangkit dan menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
Selama sembilan pekan berturut-turut, puluhan ribu orang Israel berdemonstrasi pada Sabtu lalu di seluruh wilayah Israel. Mereka mengecam kebijakan pemerintah Netanyahu yang berencana mereformasi peradilan dan campur tangan dalam pekerjaan Mahkamah Agung.
Di sisi lain, para pemimpin oposisi Israel menolak mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang reformasi peradilan, kecuali jika ada penghentian proses legislatif.
Pemimpin oposisi Yair Lapid dan ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz dalam pernyataan bersamanya menyatakan, mereka sangat menghormati dan mengharga upaya Presiden Herzog menengahi pembicaraan dan kesepakatan.
"Namun, untuk mengadakan negosiasi yang jujur dan efektif, Netanyahu harus mengumumkan penghentian proses legislatif yang lengkap, komprehensif dan murni. Semua upaya jalan pintas ada di hadapan dialog nyata," kata mereka.
Namun, mereka menyampaikan bahwa Netanyahu menolak berhenti. "Israel berdiri di ambang darurat nasional, dan Netanyahu menolak berhenti," ungkap kedua pemimpin oposisi Israel itu.