REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebutkan kebutuhan pembiayaan untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia sebesar Rp 4.002,44 triliun.
Kebutuhan tersebut untuk mencapai target NDC tanpa syarat sebesar 29 persen pada tahun 2030 berdasarkan Third Billenial Update Report. "Kebutuhan mencapai target NDC ini bukan angka yang kecil," ungkap Suahasil dalam Seminar Standard Chartered Bank World of Wealth (WOW) ke-19 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Ia memerinci kebutuhan yang dimaksud meliputi kebutuhan untuk sektor kehutanan sebesar Rp 309 triliun, energi sebesar Rp 3.500 triliun, industri sebesar Rp 930 miliar, limbah sebesar Rp 185,27 triliun serta pertanian sebesar Rp 7,2 triliun.
Dengan demikian Indonesia setidaknya membutuhkan pendanaan sekitar Rp 400 triliun per tahun, yakni dalam periode 2021-2030. Sejauh ini, pengeluaran pemerintah pusat untuk kegiatan terkait iklim antara lain belanja iklim tahun 2016-2021 mencapai senilai Rp 502 triliun, dengan tingkat pertumbuhan 12,2 persen.
Sebanyak 62 persen dihabiskan untuk kegiatan mitigasi dan 34 persen untuk adaptasi, sisanya untuk campuran kegiatan mitigasi dan adaptasi. Adapun rata-rata pengeluaran iklim tahun 2016-2021 per tahun yakni sebanyak Rp 84 triliun atau 4 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemenuhan kebutuhan pendanaan per tahun baru mencapai 24 persen, sehingga terdapat celah pendanaan sebesar 76 persen yang harus dipenuhi. Maka dari itu, Suahasil menuturkan seluruh pihak harus bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan pendanaan untuk mencapai NDC agar tak mengandalkan APBN saja.
"Kita harus bersama-sama bagaimana mengkombinasikan pembiayaan untuk memenuhi target tersebut," ucap dia.
Dari sisi kebijakan fiskal, kata dia, beberapa yang telah dikembangkan untuk kebutuhan pendanaan NDC selain belanja pemerintah yakni melalui pendapatan negara dan pembiayaan.