Rabu 08 Mar 2023 04:28 WIB

Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Mantan Pacar Paling Sering Terjadi

Tindakan ini membuat perempuan korban mesti mendapat pemulihan psikis.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Natalia Endah Hapsari
Komnas Perempuan mencatatkan besarnya jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pacar maupun mantan pacar./ilustrasi
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas/aww.
Komnas Perempuan mencatatkan besarnya jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pacar maupun mantan pacar./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mencatatkan besarnya jumlah kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pacar maupun mantan pacar. Tindakan ini membuat perempuan korban mesti mendapat pemulihan psikis. 

Pada pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah personal, Kekerasan Mantan Pacar (KMP) masih di urutan tertinggi yaitu 713 kasus atau 34% sepanjang 2022. Kemudian disusul dengan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) sebanyak 622 kasus atau 30% dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sebanyak 422 kasus atau 20%. "Komposisi ini sama dengan tahun sebelumnya," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Selasa (7/3).

Baca Juga

Sedangkan pengaduan Lembaga Layanan kurang lebih memiliki persamaan di mana KDP merupakan jumlah yang tertinggi. Berikutnya disusul dengan KTI dan Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP). "Tingginya KMP dan KDP juga dilatari oleh fenomena peningkatan interaksi perempuan dengan menggunakan media online yang menyebabkan mereka rentan mengalami kekerasan," ujar Andy dalam ajang Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023.

Selain itu, Andy menyebut pengaduan di Komnas Perempuan menunjukkan kekerasan psikis adalah yang paling banyak diadukan pada kasus kekerasan di ranah privat, yaitu sebanyak 1494 kasus. 

Adapun sebanyak 533 kasus kekerasan psikis ditemukan pada kasus di ranah publik, serta 56 dari 68 kasus kekerasan di ranah negara memuat kekerasan psikis. Hal ini menurutnya mengingatkan besar kemungkinan setiap peristiwa kekerasan memuat tindak kekerasan psikis maupun dampak psikis. "Tenaga terampil mengurai dampak psikis menjadi kebutuhan yang mendesak," ujar Andy.

Andy juga menyinggung lemahnya pendampingan terhadap perempuan korban di wilayah pelosok. Padahal mereka punya hak yang sama untuk mendapat pendampingan ketika menjadi korban kekerasan. "Perlu pendampingan psikolog dan konselor, karena ada dimana cuma 1 konselor untuk beberapa pulau, jadi bayangkan gimana dia kerjanya," ucap Andy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement