REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jarak antara Jerman dan Indonesia sangat jauh sekali. Untuk mengetahui perbedaan waktu kedua negara ini, tinggal dikurangi waktu Indonesia sebanyak lima jam. Jadi, jika di Indonesia sekarang pukul 12.00 WIB, maka di Jerman saat ini sekitar pukul 07.00 WIB.
Dengan adanya perbedaan waktu tersebut, tentunya berpuasa di Jerman lebih lama dibandingkan di Indonesia. Puasa di Indonesia kurang lebih hanya 13 jam. Sedangkan di Jerman kurang lebih 15 jam, ini lebih pendek tentunya dibandingkan saat musim dingin selama 18-19 jam.
Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam Majelis Ulama Indonesia (LSBPI MUI), Habiburrahman El-Shirazy atau yang biasa dipanggil Kang Abik termasuk orang Indonesia yang tahun ini akan berpuasa Ramadhan di Jerman, tepatnya di Kota Leipzig.
Menurut Kang Abik, sampai saat ini masih belum ada pengumuman dari komunitas muslim setempat kapan Ramadhan di Jerman akan dilaksanakan.
“Belum, nanti kita begitu ada kabar ya kita ikutin teman-teman di sini. Di sini kan juga ada semacam islamic center, ada Masjid ar-Rahman namanya di sini. Jadi nanti kita akan mengikuti mereka. Ada juga masjid Turki juga, ya kita ikutin saja mereka,” ujar Kang Abik kepada Republika.co.id, Rabu (7/3/2023).
Kang Abik sendiri saat ini sedang menempuh studi S3 di Universitas Leipzig, Jerman. Ia baru sampai di kota itu pada pekan lalu. Tahun ini, ia bersama keluarganya akan menjalani ibadah puasa Ramadhan untuk pertama kalinya di Jerman.
“Iya, ini puasa pertama saya di Jerman insyaAllah,” ucap penulis Novel Ketika Cinta Bertasbih ini.
Menurut Kang Abik, pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan di Jerman dan Indonesia tentu akan sangat berbeda. Bahkan, perbedaan tersebut sudah bisa dirasakan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
“Pasti banyak sekali (perbedaan). Di sini saja kan harian aja berbeda. Kalau di Indonesia kan lima kali terdengar Azan, apalagi saya di kampung rumah saya di depan masjid, sehingga anak-anak itu biasanya bersosialisasi dengan sangat nyaman, punya banyak teman,” katanya.
Sementara di Jerman, lanjut dia, azan jarang terdengar dan anak-anaknya pun tidak keluar rumah, apalagi sekarang di Jerman sedang musim dingin. “Jadi agak berbeda sedikit dari cara bersosialisasinya, pasti kita juga gak bisa setiap saat ke masjid karena memang agak jauh ke masjidnya,” jelas Kang Abik.
“Ya kita akan usahakan paling tidak ketika shalat Jumat nanti ke masjid atau sesekali ketika shalat lima waktu sesekali kita ke masjid. Tapi gak bisa setiap saat seperti di Indonesia yang memang dekat dengan masjid, kemudian Azan berkumandang lima kali,” imbuhnya.
Kang Abik menambahkan, Ramadhan di Indonesia tentu jauh lebih semarak dibandingkan dengan di Jerman. Menurut dia, di Indonesia akan banyak orang yang melakukan tadarus atau berbuka bersama saat bulan Ramadhan.
“Kalau di Indonesia kan jelas, kalau Ramadhan di Indonesia ada tadarusan ada macam-macam, buka bersama. Kemudian menunya berbeda juga, biasanya ktia punya kolak dan sebagianya ya di sini seadanya nanti,” tutupnya.