REPUBLIKA.CO.ID., BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (7/3/2023) mengutarakan bahwa langkah baru-baru ini untuk menormalisasi hubungan antara Kosovo dan Serbia sebagai “kesempatan bersejarah untuk perdamaian.”
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan Presiden Albania Bajram Begaj, Stoltenberg menyambut "pendekatan konstruktif" yang ditunjukkan minggu lalu oleh Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti selama pertemuan mereka di Brussels.
Para pemimpin menyetujui proposal Uni Eropa (UE) tentang normalisasi hubungan antara Kosovo dan Serbia, dan mereka juga sepakat bahwa pembicaraan teknis harus dilanjutkan mulai sekarang tentang langkah konkret untuk mengimplementasikan proposal tersebut.
“Kami sekarang memiliki kesempatan bersejarah untuk perdamaian abadi yang dapat menguntungkan seluruh kawasan,” kata Stoltenberg, sambil memuji “fleksibilitas dan kesiapan untuk berkompromi” yang ditunjukkan oleh kedua pihak.
Stoltenberg juga menekankan solusi apa pun demi perselisihan Kosovo dan Serbia harus “mempertimbangkan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai demokrasi dan supremasi hukum untuk reformasi, dan hubungan bertetangga yang baik.”
Dia mencatat bahwa NATO “berkomitmen untuk terus berkontribusi dan memastikan kehadiran” misi KFOR yang dipimpin NATO di Kosovo.
Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008, yang mana sebagian besar negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Jerman, dan Turkiye, mengakuinya sebagai negara otonom terpisah. Namun, Serbia tetap menganggap tanah Kosovo sebagai bagian dari wilayahnya.
Uni Eropa telah memfasilitasi dialog antara Serbia dan Kosovo yang dirancang untuk meredakan ketegangan dan menyelesaikan berbagai masalah.