REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di dalam Kitab Sifat 20 Habib Utsman bin Yahya, ada penjelasan bahwa salah satu sifat Allah adalah mahaberbicara atau al-mutakallim. Apakah cara Allah berbicara sama dengan makhluk? Berikut ini adalah ulasannya.
Allah berbicara kepada makhluk dengan cara-Nya yang khas. Kepada para nabi misalkan, Allah menyampaikan firman-Nya melalui malaikat Jibril. Si malaikat ini membawa pesan Allah yang kemudian disampaikan kepada nabi dan rasul yang dikehendaki.
Mengimani bahwa Allah memiliki sifat berbicara atau al-mutakallim adalah wajib. Namun, cara berbicara Allah berbeda dengan makhluk.
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan, kata-kata yang disampaikan Allah tidak berbentuk, dan terbebas dari suara, bunyi, maupun susunan huruf. Di sini al-Ghazali menekankan bahwa cara Allah berbicara bukan layaknya makhluk.
“Allah memang Mahaberbicara, tapi berbicaranya tidak serupa dengan kalimat yang keluar dari lisan makhluk,” tulis sang imam.
Sesungguhnya, mahaberbicara-Nya berupa Bahasa batin bagi orang awam, berbentuk ilham bagi para wali, dan berupa wahyu kepada para nabi dan rasul. Semua itu tidak berbentuk suara dan atau rangkaian kalimat.
Al-Ghazali mengutip sebuah syair, “Sesungguhnya rangkaian kalimat bersumber dari kalbu. Sedangkan lisan dijadikan untuk mewujudkan apa yang tersimpan di dalam kalbu.”
Apakah manusia mampu berbicara kepada Allah secara langsung?
Al-Ghazali menjelaskan, bisa, tapi di akhirat nanti. Sedangkan di dunia, manusia tak akan sanggup berbicara langsung dengan Allah, seperti yang dialami Nabi Musa AS.
Ribuan tahun lalu, Musa begitu ambisius ingin berbicara langsung dengan Allah. Kemudian naiklah ia ke Bukit Tursina. Baru saja Allah menampakkan cahaya, Musa sudah pingsan tak sanggup bertahan.