REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kremlin mengatakan laporan media-media Barat mengenai ledakan pipa gas Nord Stream merupakan upaya terkoordinasi untuk mengalihkan perhatian. Moskow juga mengatakan Rusia bingung pemerintah Amerika Serikat (AS) dapat berasumsi mengenai serangan itu tanpa melakukan penyelidikan.
Surat kabar AS The New York Times melaporkan berdasarkan intelijen yang ditinjau pemerintah AS, ledakan Nord Stream pada September tahun lalu dilakukan kelompok pro-Ukraina yang dibentuk orang Ukraina atau Rusia. Nord Stream merupakan pipa gas yang ditanam di bawah Laut Baltik untuk memasok gas Rusia ke Jerman.
Stasiun televisi Jerman, ARD dan surat kabar Die Zeit mengatakan serangan itu dilakukan lima pria dan satu wanita. Mereka menyewa sebuah kapal yacht dan menggunakan paspor palsu.
"Jelas penulis serangan itu ingin mengalihkan perhatian," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov seperti dikutip kantor berita RIA, Rabu (8/3/2023).
"Bagaimana pejabat Amerika dapat mengambil asumsi tanpa penyelidikan," tambahnya.
"Paling tidak negara-negara pemilik saham Nord Stream dan PBB meminta penyelidikan mendesak dan transparan dengan partisipasi semua pihak yang dapat menjelaskannya," kata Peskov.
Pemilik saham Nord Stream 1 adalah perusahaan energi milik pemerintah Rusia, Gazprom, dua perusahaan Jerman Wintershall DEA AG dan E.ON, perusahaan Belanda NV Nederlandse Gasunie, dan perusahaan Prancis Engie.
Gazprom satu-satunya pemegang saham Nord Stream 2 yang dibangun dengan dana dari Wintershall DEA, Engie, perusahaan Austria OMV, Shell dan perusahaan Jerman Uniper. Rusia berulang kali mengajukan keluhan tidak diikutkan dalam penyelidikan Eropa terhadap ledakan itu.
"Kami masih tidak diizinkan masuk dalam penyelidikan, baru beberapa hari yang lalu kami menerima catatan mengenai hal ini dari Denmark dan Swedia, ini tidak aneh, baunya seperti kejahatan mengerikan," kata Peskov.
Ledakan di bawah laut yang terjadi di bulan ketujuh konflik Rusia-Ukraina terjadi di zona ekonomi eksklusif Swedia dan Denmark di Laut Baltik. Dua negara itu sudah menyimpulkan ledakan tersebut disengaja, tapi tidak mengungkapkan siapa yang bertanggung jawab.
Tanpa memberikan bukti, Rusia berulang kali menuduh Inggris dan Amerika Serikat. London dan Washington membantah tuduhan tersebut.
Sumber mengatakan pipa yang pecah ditambal dan ditutup sebab tidak belum ada rencana untuk memperbaiki dan mengaktifkannya kembali.