REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menerima laporan kasus kematian akibat penyakit leptospirosis. Dinkes Jabar menekankan upaya pencegahan dan penanganan dini penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira itu.
Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Provinsi Jabar Rochady Hendra Setya Wibawa, pada Januari 2023 terdata laporan dua kasus kematian akibat leptospirosis. “Untuk kematian yang 2023 itu dari Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Pangandaran,” ujar dia, Kamis (9/3/223).
Rochady menjelaskan, penyakit leptospirosis disebabkan bakteri, yang bisa menyebar kepada manusia lewat urine atau kencing binatang, seperti tikus, anjing, babi, dan sapi. Bisa jadi hewan yang terinfeksi bakteri itu terlihat kondisinya baik.
“Mungkin sering terdengarnya dari tikus, dari urinenya tikus, yang disebarkan kepada manusia. Nah, biasanya kontaknya dari urine ini dari kontak kulit, dan itu pun apabila di kulitnya ada luka, atau dalam carian air yang masuk ke mulut kita,” kata Rochady.
Menurut Rochady, penyakit leptospirosis bisa diobati. Namun, jika tidak terdeteksi dini dan penanganannya telat, bisa membahayakan dan berdampak terhadap organ inti. Seperti ke ginjal, jantung, hingga ke bagian otak. “Tapi, kalau memang menggunakan antibiotik, penyakit ini bisa disembuhkan,” katanya.
Oleh sebab itu, Rochady mendorong masyarakat lebih waspada akan penyakit leptospirosis. Warga diajak menjaga pola hidup sehat dengan membersihkan lingkungan rumah. Apabila mengalami gejala seperti terkena leptospirosis, warga diminta langsung berkonsultasi dengan dokter.
“Jadi, perlu deteksi dini, penemuan kasus dini, sehingga pemberian antibiotik bisa lebih cepat. Sehingga pasien tidak akan mengalami komplikasi yang lebih berat,” kata Rochady.