REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti menilai penahanan AG (15 tahun) sebagai anak yang berhadapan atau berkonflik dengan hukum di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) terkait kasus dugaan penganiayaan Mario Dandy Satriyo terhadap David (17) sudah tepat.
"Seperti keterangan polisi ia ditempatkan di LPKS dan itu sudah benar," kata pemerhati anak sekaligus pendidikan Retno Listyarti saat dihubungi di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Sebab, kata Retno, anak yang berhadapan dengan hukum penahanannya tidak boleh dicampur dengan orang dewasa. Oleh karena itu, langkah polisi dinilainya sudah tepat.
"Penahan anak itu harus betul-betul manusiawi. Satu, tidak boleh dicampur dengan orang dewasa," kata dia menegaskan.
Di LPKS, AG akan mendapatkan pendamping psikologis termasuk mendapatkan hak-hak lainnya seperti dikunjungi keluarga, hak pendidikan dan lain sebagainya, kata eks Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tersebut.
Ia mengatakan apabila AG mengikuti program sekolah rumah atau "home schooling", maka polisi tidak boleh melakukan pemeriksaan sampai kegiatan belajarnya selesai atau terpenuhi.
"Jadi, hak-haknya harus dipenuhi. Hal itu tertera dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak," ujarnya.
Menurutnya, polisi tidak harus memeriksa AG di kantor polisi karena bisa dilakukan di LPKS. Tujuannya, agar anak yang sedang berhadapan dengan hukum tidak tertekan. Sebagaimana diketahui, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menahan AG di ruang khusus anak LPKS.
"Kalau pertimbangan penahanan itu ada yang namanya objektif dan subjektif. Kalau objektif itu, ancaman hukumannya di atas lima tahun," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi.
Kemudian alasan subjektif penyidik melakukan penahanan untuk menghindari pelaku melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi kembali perbuatannya.