REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, ia berkata, "Ketika aku tiba di Makkah, orang-orang sedang dilanda musim paceklik. Orang-orang Quraisy berkata, 'wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda, marilah kita berdoa meminta hujan'."
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakan awan sedang berjalan pelan-pelan.
Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Abu Thalib memegang anak kecil itu dan menempelkan punggungnya ke dinding Kabah. Jari-jemari Abu Thalib memegangi anak itu.
Kemudian, langit yang tadinya bersih dari mendung, tiba-tiba saja mendung itu datang dari segala penjuru. Kemudian menurunkan hujan yang sangat deras, sehingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur.
Abu Thalib mengisyaratkan peristiwa hal ini dalam syair yang dibacakannya, "Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya, penolong anak yatim dan pelindung wanita janda."
Anak kecil yang dibawa Abu Thalib adalah Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil sudah menampakan tanda-tanda Kerasulannya.
Dikutip dari Sirah Nabawiyah yang ditulis Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, diterjemahkan Kathur Suhardi, diterbitkan Pustaka Al-Kautsar, 2012.
Dalam riwayat lain, ketika Nabi Muhammad SAW sudah diangkat menjadi Rasulullah. Beliau pernah melaksanakan Shalat Istisqa yakni shalat sunnah yang dilaksanakan untuk meminta kepada Allah SWT agar diturunkan hujan.
Suatu hari dikisahkan Nabi Muhammad SAW memerintahkan semua kaum Muslimin mengikutinya, termasuk para perempuan yang sedang haid. Ketika Nabi Muhammad SAW dan penduduk Kota Madinah melakukan shalat minta hujan, sebelum doa selesai, mendung tiba kemudian turunlah hujan.
Riwayat lain menyebutkan, pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW melaksanakan khutbah Idul Fitri terlalu panjang, sehingga para jamaah gelisah karena terik Matahari. Lalu datanglah mendung atau awan tebal yang menutupi sinar Matahari hingga acara selesai.
Untuk mengingatkan peristiwa ini dibangunlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Ghamamah, yang berarti awan atau mendung. Masjid ini terletak di arah barat daya Masjid Nabawi, sekitar 500 meter dari Masjid Nabawi.