Jumat 10 Mar 2023 15:08 WIB

BP2MI Gagalkan 14 Calon Pekerja Migran Nonprosedural

Korban mengeluarkan biaya sebesar Rp 45 juta dan menunggu selama 1 tahun 7 bulan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Petugas (kiri) memandu calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dihadirkan saat rilis kasus penyelundupan calon PMI. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Petugas (kiri) memandu calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dihadirkan saat rilis kasus penyelundupan calon PMI. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Utama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Rinardi, mengatakan, pihaknya telah menggagalkan 14 upaya penempatan nonprosedural Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ke luar negeri, kemarin. Dari belasan calon pekerja itu, diketahui berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Dia menjelaskan, awal mula pencegahan berasal dari laporan masyarakat ke BP2MI, terkait dugaan lokasi untuk menampung para CPMI, di sebuah perumahan di Kota Bekasi. “Laporan ini ditindaklanjuti oleh tim Satgas Pencegahan Penempatan Nonprosedural PMI dengan melakukan penelusuran dan pengumpulan informasi,” kata Rinardi dalam keterangannya di Jakarta dikutip Jumat (10/3). 

Dia menambahkan, setelah mendapatkan laporan itu, tim melakukan sidak ke lokasi dimaksud pada Selasa (7/3). Dari temuan belasan CPMI itu, 13 di antaranya merupakan lelaki, sisanya perempuan.

“Ke-14 orang tersebut akan diberangkatkan oleh seseorang berinisial BE, yang mengaku memiliki perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri berinisial AIB. Namun, setelah ditelusuri diketahui perusahaan tersebut tidak terdaftar sebagai P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia),” jelas Rinardi.

Menurut pengakuan, mereka direkrut, ditampung dan akan ditempatkan bekerja ke Polandia serta Australia untuk bekerja di perkebunan. Termasuk, ke Serbia untuk bekerja di pabrik fiberglass.

Pada saat sidak, lanjut Rinardi, tim menemukan sejumlah dokumen, seperti paspor, ijazah pendidikan, Kartu Keluarga, Akte Kelahiran, SKCK, hingga buku rekening. Dokumen itu, diduga akan digunakan oleh terduga pelaku penempatan sebagai syarat pengurusan dokumen penempatan kerja ke luar negeri.

“Saat ini, tim telah menyelamatkan para PMI dan membawanya ke shelter kantor BP3MI Jakarta,” ucap dia.

Dalam salah pengakuan CPMI kepada Rinardi, diketahui korban telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 45 juta dan menunggu selama 1 tahun 7 bulan untuk diberangkatkan ke Australia. Bahkan, diketahui ada pula yang mengaku telah membayar biaya penempatan hingga 80 juta kepada penyalur. Setelah ada temuan itu, CPMI yang menjadi korban akan dikembalikan ke daerah asalnya oleh BP2MI.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement