REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) merespons maraknya aksi bacok-bacokan yang dilakukan pelajar. KemenPPPA mendorong penguatan peran keluarga, sekolah, dan negara guna mengatasi masalah tersebut.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyebut, tindakan anak, termasuk dalam kasus ini selalu dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Dari segi internal, anak dalam masa pertumbuhan baik fisik dan psikisnya. Kondisi itu mempengaruhi pengambilan keputusan.
"Faktor eksternal di antaranya karena pengasuhan yang tidak layak, pengaruh teman, dampak buruk teknologi informasi, dan sebab lainnya," kata Nahar kepada Republika, Jumat (10/3/2023).
Atas masalah ini, KemenPPPA kembali ke solusi klasik soal penguatan peran anak, orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pertama, KemenPPPA mendorong peran anak sebagai pelopor dan pelapor.
"Kedua, peran ortu dan keluarga mengasuh dan mendampingi anak, termasuk mengenalkan nilai-nilai budi pekerti tentang kebaikan dan nilai-nilai yang dilarang dan tidak boleh dilakukan," ujar Nahar.
Ketiga, KemenPPPA menyoroti peran sekolah atau satuan pendidikan sebagai bagian dari peran masyarakat di luar lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan pemenuhan hak anak. Kebijakan mencegah kekerasan di lingkungan sekolah, lanjut Nahar, dilaksanakan Sekolah ramah anak (SRA).
"Keempat, negara dan pemerintah juga dibutuhkan peran melalui berbagai program dan kegiatan baik di bidang pencegahan, penanganan dan penguatan kelembagaan penyedia layanan," ucap Nahar.
Sebelumnya, Polres Sukabumi mengamankan belasan pelajar tingkat SMP yang terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan seorang siswa sekolah dasar, RM (12 tahun), meninggal dunia. Ada 14 orang pelajar yang diamankan dan tiga di antaranya ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Ketiganya yakni ABH 1 sebagai eksekutor, ABH 2 sebagai pembonceng eksekutor, dan ABH 3 sebagai penyedia senjata tajam jenis cerulit yang digunakan untuk membacok korban. Maruly menuturkan, penganiayaan ini berawal dari para pelaku ada acara di Pantai Palabuhanratu Sukabumi konvoi dengan sepeda motor pada Sabtu (4/3/2023) lalu.
Pada kasus lain, polisi mengungkapkan motif para pelaku pembacokan terhadap seorang pelajar berinisial FNS (16 tahun) di Bandung karena tersinggung dengan komentar korban terhadap kelompoknya di media sosial Tiktok. Peristiwa pembacokan diduga dilakukan lima orang itu terjadi di depot pengisian air Jalan Riung Hegar, Kota Bandung, Kamis (23/2/2023) lalu. Polisi berhasil menangkap tiga orang pelaku. Sedangkan dua orang lainnya masih tahap pengejaran.
Selain di Sukabumi, kasus pembacokan pelajar juga terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat. Dilansir Antara, Jumat (10/3/2023), Polresta Bogor Kota memburu pelaku pembacokan yang menewaskan siswa SMK Bina Warga 1, Arya Saputra (16 tahun) di Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat.
"Kita akan tangkap pelakunya. Sekarang masih diselidiki. Tunggu hasil penyelidikan dulu baru kita tangkap pelakunya," kata Kapolresta Bogor Kota, Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso usai melihat kondisi Arya Saputra di Rumah Sakit FMC, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Arya yang merupakan siswa kelas X jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR), tewas dibacok oleh orang tidak dikenal sekitar pukul 09.30 WIB saat hendak menyeberang dari ujung gang di pinggir Jalan Raya Jakarta-Bogor, tepatnya tidak jauh dari simpang Pomad, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
Salah seorang saksi, Andre menjelaskan, sebelum kejadian, Arya bersama lima orang temannya hendak menyeberang jalan. Kemudian, dari arah Cibinong, datang tiga pelajar mengendarai sepeda motor lalu menyerang menggunakan pedang.
Setelah mendapat sabetan pedang pada bagian pipi tepatnya di bawah telinga, Arya langsung terkapar. Rekan korban sempat melarikan diri, sebelum kembali untuk menolong korban dibantu warga sekitar yang memberhentikan ambulans, lalu membawa Arya ke RS FMC.