Jumat 10 Mar 2023 17:36 WIB

Parlemen Afrika Selatan Dukung Pembatasan Hubungan Diplomatik dengan Israel   

Pembatasan hubungan Israel-Afsel menyusul kejahatan Israel terhadap Palestina

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pasukan Israel. Pembatasan hubungan Israel-Afsel menyusul kejahatan Israel terhadap Palestina
Foto: AP/Mahmoud Illean
Ilustrasi pasukan Israel. Pembatasan hubungan Israel-Afsel menyusul kejahatan Israel terhadap Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN – Parlemen Afrika Selatan memberikan suara untuk mendukung pembatasan hubungan diplomatik dengan Israel. 

Pembatasan ini disuarakan karena meningkatnya kekerasan mematikan dan penindasan terhadap warga Palestina. 

Baca Juga

Anggota parlemen mengamanatkan penurunan kedutaan Afrika Selatan di Tel Aviv menjadi kantor penghubung, setelah gelombang serangan oleh pasukan Israel di Tepi Barat yang diduduki di awal tahun ini menewaskan sedikitnya 68 warga Palestina.

Parlemen Afrika Selatan menggambarkan Israel sebagai negara apartheid. "Sebagai warga Afrika Selatan, kami menolak untuk berdiam diri sementara apartheid dilakukan lagi," kata Partai Kebebasan Nasional dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara, seperti dilansir The New Arab, Rabu (8/3/2023). 

Hubungan Israel dengan negara-negara Afrika retak karena kebijakan luar negerinya yang dilakukan di Afrika. 

Israel selama puluhan tahun berupaya menjangkau dan meningkatkan kedudukan internasionalnya dan menggagalkan dukungan Afrika untuk perjuangan Palestina. 

Meski satu negara, yaitu Sudan, melalui pemerintahnya telah menormalkan hubungan dengan Israel, dukungan untuk Palestina di negara-negara Afrika tetap kuat. 

Bahkan pada akhir Februari, perwakilan Israel untuk Uni Afrika dikeluarkan dari pertemuan blok di Addis Ababa.

Baca jug: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Kehadiran Israel sebagai pengamat resmi di Uni Afrika pada 2021, terlepas dari dukungan luas untuk Palestina di antara negara-negara anggota, telah menyebarkan kebencian yang meningkat di antara blok tersebut.

Saat itu Kementerian Luar Negeri Israel menggambarkan Afrika Selatan dan Aljazair sebagai negara ekstremis karena diduga memimpin langkah untuk menghapus status pengamat Israel. 

Orang kulit hitam Afrika Selatan menjadi sasaran perlakuan dan penindasan yang mengerikan oleh minoritas kulit putih negara itu di bawah apartheid, sebuah sistem yang menurut para pejuang kemerdekaan Afrika Selatan terkemuka sedang direplikasi sekarang oleh Israel terhadap orang Palestina. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Afrika Selatan telah menunjukkan keinginannya untuk menarik tuas diplomatik untuk mendukung hak-hak Palestina. Bahkan pada 2018, Afrika Selatan memanggil duta besarnya atas pembantaian 60 warga Gaza oleh Israel selama Great Return March. 

Bekas negara apartheid itu juga sangat vokal di Dewan Keamanan PBB dan mencerca negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB karena kegagalannya mengakhiri pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Ini ibarat noda terhadap misi badan tersebut.   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement