REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim mekanisme pelaporan harta pejabat di KPK kini berbasis digital, yakni menggunakan artificial intelligence (AI). Direktur Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK Isnaini menjelaskan, LHKPN yang tak bermasalah akan langsung tercetak tanda terimanya.
Kemudian, jika laporan kekayaan yang disampaikan dianggap dil uar kewajaran atau outlier, maka bakal terdeteksi AI dan langsung dicek secara manual oleh Tim LHKPN KPK. Namun, pengecekan baru bisa dilakukan jika wajib lapor turut melampirkan surat kuasa.
"Kami akan mengecek setiap data yang dibutuhkan, seperti di perbankan atau instansi lain yang memiliki kaitan dengan perkara," kata Isnaini, Sabtu (11/3/2023).
Adapun pada 2022, KPK sudah mengolah sebanyak 382.020 LHKPN yang terbagi masing-masing pada rumpun eksekutif, legislatif, yudikatif, dan BUMN/BUMD. Sedangkan pada tahun ini, hingga bulan Maret, ada 375.750 wajib lapor yang sudah menyampaikan harta mereka.
"Dengan presentase mencapai 98,36 persen dan kepatuhan sebesar 95,47 persen," tutur dia.
KPK meminta agar setiap kementerian maupun lembaga memberikan sanksi tegas bagi pegawai yang tidak menyampaikan LHKPN. Sebab, lembaga antirasuah ini menyebut, LHKPN berperan penting untuk mencegah praktik korupsi.
"Misalnya (sanksi) akan ada potongan tunjangan sekian persen bagi Penyelenggara Negara yang bandel tidak melaporkan LHKPN-nya," kata Isnaini.
Isnaini mengatakan, selain sanksi berat dari setiap instansi, ada juga aturan mengenai pemberian sanksi administratif bagi pejabag yang tak melaporkan kekayaannya. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.