REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group mendukung kebijakan hilirisasi mineral yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Presiden Direktur CNI Group, Derian Sakmiwata memastikan untuk menjadi pemain integral dalam upaya Indonesia untuk menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan baterai global.
"Oleh karena itu, target pasar untuk produk turunan nikel dan cobalt yang dihasilkan dari smelter kami nantinya akan menyasar Eropa, Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan India,” kata Derian dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (11/3/2023).
CNI Group saat ini tengah membangun pabrik pemurnian (smelter) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Proyek tersebut memiliki nilai investasi sebesar 2,312 juta dolar AS.
Dalam Mining and Finance Forum pada 8 Maret 2023, Derian telah mengungkapkan permintaan pasokan nikel yang tinggi dari industri kendaraan listrik dunia. Khususnya sebagai bahan utama baterai listrik membuat kebijakan hilirisasi nikel menjadi pilihan yang tepat.
Derian menyampaikan, smelter CNI Group yang sedang dibangun akan menggunakan dua teknologi utama yaitu Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA. Teknologi tersebut terdiri dari empat Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite.
Lalu teknologi kedua yaotu High Pressure Acid Leaching (HPAL). Teknologi tersebut untyk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik.
“Smelter RKEF untuk lajur pertama kami targetkan selesai 2024. Sedangkan HPAL kami targetkan selesai dan mulai produksi pada 2026,” ucap Derian.
Derian merinci, total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton Ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22 persen nickel atau sejita 55.600 ton nickel di dalamnya. Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton logam nikel dan lebih dari 12.500 ton kobalt.
“Produk FeNi ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi stainless steel dan produk turunannya. Sementara MHP merupakan produk antara untuk diolah Lebih lanjut menjadi nickel sulphate yang merupakan bahan baku utama prekursor baterai," jelas Derian.
Dia memastikan, saat ini, CNI sedang melakukan studi kelayakan untuk mengolah lebih lanjut FeNi menjadi nickel matte dan nickel sulphate. Selain itu juga mengolah lebih kanjut MHP menjadi nickel sulphate.
"Selanjutnya, Nickel Sulphate dari dua jalur produksi tersebut akan diolah menjadi prekursor yang merupakan bahan baku utama baterai (material katoda dan anoda baterai),” tutur Derian.
Seluruh aktivitas industri CNI Group, kata Derian, menerapkan prinsip dan kaidah Environment, Social, and Governance (ESG). Dia memastikan, CNI Group juga akan mengimplementasikan program dekarbonisasi dengan berpartisipasi dalam pasar karbon dengan melakukan perdagangan karbon.
Dia mengatakan, upaya CNI Group dalam mewujudkan hilirasi nikel melalui pembangunan smelter sangat tidak mudah karena membutuhkan pendanaan yang tidak kecil. Hanya saja menurutnya, dengan dukungan pemerintah dan perbankan nasional termasuk BUMN, proyek smelter CNI Group akhirnya terwujud.
“Kami mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah dan sindikasi bank nasional seperti Bank Mandiri, Bank BJB, dan Bank Sulselbar dalam memberikan pembiayaan untuk pembangunan smelter line 1 RKEF CNI Group. Selain itu, peran PLN juga sangat penting dalam menjamin pasokan listrik bagi smelter kami baik untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang,” ujar Derian.