Senin 13 Mar 2023 05:35 WIB

Kesepakatan Saudi-Iran Baru Langkah Awal

Normalisasi tidak selalu berarti bahwa kedua belah pihak saling percaya

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua ini, Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, di sebelah kanan, berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Saudi Musaad bin Mohammed al-Aiban, di sebelah kiri, sebagai Wang Yi, diplomat paling senior China, terlihat, di tengah, untuk foto selama pertemuan tertutup yang diadakan di Beijing, Sabtu (11/3/2023). Iran dan Arab Saudi pada Jumat sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan setelah tujuh tahun ketegangan. Terobosan diplomatik besar yang dinegosiasikan dengan China menurunkan kemungkinan konflik bersenjata antara saingan Timur Tengah, baik secara langsung maupun dalam konflik proksi di sekitar wilayah tersebut.
Foto: Luo Xiaoguang/Xinhua via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua ini, Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, di sebelah kanan, berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Saudi Musaad bin Mohammed al-Aiban, di sebelah kiri, sebagai Wang Yi, diplomat paling senior China, terlihat, di tengah, untuk foto selama pertemuan tertutup yang diadakan di Beijing, Sabtu (11/3/2023). Iran dan Arab Saudi pada Jumat sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan setelah tujuh tahun ketegangan. Terobosan diplomatik besar yang dinegosiasikan dengan China menurunkan kemungkinan konflik bersenjata antara saingan Timur Tengah, baik secara langsung maupun dalam konflik proksi di sekitar wilayah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran dan Arab Saudi telah sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik. Kesepakatan itu merupakan perkembangan positif tetapi hanya satu langkah dari banyak langkah yang harus ditempuh.

"Arab Saudi kemungkinan akan tetap berhati-hati dalam urusan ekonomi dengan Iran karena tidak ingin terkena sanksi AS. Dan normalisasi tidak selalu berarti bahwa kedua belah pihak saling percaya," ujar analis politik yang berbasis di Teheran Diako Hosseini dikutip dari Aljazirah.

Baca Juga

“Bagaimanapun juga, mengurangi ketegangan di Yaman, Lebanon, Suriah, dan Irak masih dapat menimbulkan kepentingan yang luas bagi kedua belah pihak," ujarnya.

Hosseini menjelaskan, mengakhiri perang delapan tahun di Yaman, dengan Iran dan Arab Saudi mendukung pihak yang berseberangan, bisa menjadi hasil akhir yang paling penting dari perjanjian tersebut. Namun itu akan menjadi tujuan yang sulit untuk dicapai.

"Tingginya tingkat ketidakpercayaan dan intensitas persaingan geopolitik dapat membuat tren pengurangan ketegangan dapat dibalikkan," ujar Hosseini.

Menurut Hosseini, untuk mencapai kesuksesan, kedua negara perlu memulai upaya berkelanjutan dan jangka panjang. Riyadh dan Teheran perlu mencoba cara-cara andal yang akan menjamin kepentingan bersama.

Profesor di University of Ottawa Graduate School of Public and International Affairs Thomas Juneau setuju bahwa kesepakatan Saudi dengan Iran dapat berfungsi untuk mengurangi ketegangan. Kesuksesan ini dinilai belum bisa menyelesaikan perbedaan yang mendalam.

"Ketegangan Iran-Saudi telah surut dan mengalir selama beberapa dekade, tetapi landasannya selalu tinggi,” kata Juneau.

Juneau menjelaskan, Saudi yang kelelahan telah lama mencari jalan keluar dari konflik Yaman. Kesepakatan dengan Teheran dapat mengarah pada kesepakatan dengan Houthi yang didukung Iran.

“Karena itu, sangat penting untuk memahami bahwa kesepakatan seperti itu, jika akan segera terjadi, sayangnya tidak akan mengarah pada perdamaian di Yaman,” ujar Juneau.

Konflik antara Houthi dan koalisi yang didukung Saudi akan berlanjut. Juneau menegaskan, tuntutan pemisahan diri di Yaman selatan akan bertahan. “Perjanjian Houthi-Saudi akan membuat kekerasan bergeser, bukan berhenti,” katanya.

Juneau mengatakan, bahwa Iran dapat membuat konsesi kecil di Yaman, tetapi tidak akan setuju untuk mengakhiri dukungannya kepada Houthi yang sudah diberikan. “Dukungan Iran untuk Houthi memungkinkannya membangun pengaruh signifikan di barat daya Jazirah Arab. Iran tidak akan meninggalkan alat penting ini dalam portofolionya," ujarnya.

Iran dan  Saudi memiliki sejarah beragam dalam waktu kurang dari satu abad hubungan diplomatik formal. Keduanya  mengalami banyak pasang surut sejak revolusi Islam 1979 di Iran.

Baca juga : Iran: Kesepakatan dengan Saudi akan Bantu Akhiri Perang Yaman

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement