REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran dan Arab Saudi telah sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik. Kesepakatan itu merupakan perkembangan positif tetapi hanya satu langkah dari banyak langkah yang harus ditempuh.
"Arab Saudi kemungkinan akan tetap berhati-hati dalam urusan ekonomi dengan Iran karena tidak ingin terkena sanksi AS. Dan normalisasi tidak selalu berarti bahwa kedua belah pihak saling percaya," ujar analis politik yang berbasis di Teheran Diako Hosseini dikutip dari Aljazirah.
“Bagaimanapun juga, mengurangi ketegangan di Yaman, Lebanon, Suriah, dan Irak masih dapat menimbulkan kepentingan yang luas bagi kedua belah pihak," ujarnya.
Hosseini menjelaskan, mengakhiri perang delapan tahun di Yaman, dengan Iran dan Arab Saudi mendukung pihak yang berseberangan, bisa menjadi hasil akhir yang paling penting dari perjanjian tersebut. Namun itu akan menjadi tujuan yang sulit untuk dicapai.
"Tingginya tingkat ketidakpercayaan dan intensitas persaingan geopolitik dapat membuat tren pengurangan ketegangan dapat dibalikkan," ujar Hosseini.
Menurut Hosseini, untuk mencapai kesuksesan, kedua negara perlu memulai upaya berkelanjutan dan jangka panjang. Riyadh dan Teheran perlu mencoba cara-cara andal yang akan menjamin kepentingan bersama.
Profesor di University of Ottawa Graduate School of Public and International Affairs Thomas Juneau setuju bahwa kesepakatan Saudi dengan Iran dapat berfungsi untuk mengurangi ketegangan. Kesuksesan ini dinilai belum bisa menyelesaikan perbedaan yang mendalam.
"Ketegangan Iran-Saudi telah surut dan mengalir selama beberapa dekade, tetapi landasannya selalu tinggi,” kata Juneau.
Juneau menjelaskan, Saudi yang kelelahan telah lama mencari jalan keluar dari konflik Yaman. Kesepakatan dengan Teheran dapat mengarah pada kesepakatan dengan Houthi yang didukung Iran.
“Karena itu, sangat penting untuk memahami bahwa kesepakatan seperti itu, jika akan segera terjadi, sayangnya tidak akan mengarah pada perdamaian di Yaman,” ujar Juneau.
Konflik antara Houthi dan koalisi yang didukung Saudi akan berlanjut. Juneau menegaskan, tuntutan pemisahan diri di Yaman selatan akan bertahan. “Perjanjian Houthi-Saudi akan membuat kekerasan bergeser, bukan berhenti,” katanya.
Juneau mengatakan, bahwa Iran dapat membuat konsesi kecil di Yaman, tetapi tidak akan setuju untuk mengakhiri dukungannya kepada Houthi yang sudah diberikan. “Dukungan Iran untuk Houthi memungkinkannya membangun pengaruh signifikan di barat daya Jazirah Arab. Iran tidak akan meninggalkan alat penting ini dalam portofolionya," ujarnya.
Iran dan Saudi memiliki sejarah beragam dalam waktu kurang dari satu abad hubungan diplomatik formal. Keduanya mengalami banyak pasang surut sejak revolusi Islam 1979 di Iran.
Baca juga : Iran: Kesepakatan dengan Saudi akan Bantu Akhiri Perang Yaman