Oleh : Ratna Puspita*)
REPUBLIKA.CO.ID, Blackpink, girl group asal Korea Selatan (Korsel), telah menyelenggarakan konser di Jakarta pada 11-12 Maret 2023, yang menjadi rangkaian tur dunia Born Pink. Jisoo, Jennie, Rosé, dan Lisa menampilkan lagu-lagu hitsnya di depan penonton yang berada dalam lautan warna merah muda (pink ocean) selama dua jam di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan.
Meski suhu terasa panas, Blackpink berupaya menampilkan gerakan tari penuh tenaga, dan suara yang stabil. Penampilan girl group besutan YG Entertainment, yang bermarkas di Mapo-gu, Seoul, itu juga didukung dengan tata suara dan cahaya yang apik.
Blackpink tidak hanya tampil berempat. Mereka juga didampingi oleh The Band Six dan para penari dari YGX. The Band Six merupakan band asal Amerika yang sudah bekerja sama dengan YG Entertainment sejak 2012, sedangkan YGX merupakan anak usaha YG Entertainment yang mengkhususkan diri sebagai agensi para penari dan koreografer serta sekolah tari. Ketika Blackpink berganti kostum, The Band Six dan para penari YGX menunjukkan performa mereka di atas panggung.
Konser akhir pekan lalu menjadi yang kedua bagi Blackpink melakukan tur di Indonesia. Pada 19-20 Januari 2019, Blackpink menggelar tur bertajuk BLACKPINK In Your Area World Tour di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Kala itu, tiket konser terjual habis dengan total penonton 16 ribu orang. Meski belum ada angka resmi soal jumlah penonton Blackpink di GBK, angkanya sudah pasti melewati penonton di ICE BSD.
Penonton di GBK juga bukan hanya penggemar Blackpink atau Blinks, melainkan juga khalayak umum (general public). General public atau khalayak umum merupakan sebutan penggemar K-pop bagi penikmat lagu dari idola mereka yang tidak tergabung dalam fandom. Individu menjadi bagian dari fandom K-pop jika ia mengadopsi identitas fan seperti membeli album, mengoleksi merchandise, dan berpartisipasi dalam aktivitas fandom seperti menaikkan popularitas idolanya melalui tagar di media sosial, mengumpulkan donasi, dan melakukan streaming lagu idola mereka.
Blackpink adalah salah satu grup idola asal Korea Selatan yang mampu menggabungkan kekuatan fandom dan general public. Lagu ‘DDU-DU DDU-DU’ yang dirilis pada 2018 membuat ibu di permukiman padat penduduk di bagian utara Jakarta tahu Blackpink.
Kesuksesan Blackpink menjadi girl group papan atas di dunia di antaranya karena kemampuan menciptakan konten yang dapat dengan disebarkan, atau yang disebut daya sebar atau spreadability oleh Henry Jenkins, Sam Ford dan Joshua Green (2013).
Pada lanskap media digital saat ini, Jenkins, Ford, dan Green menyatakan bahwa “if it doesn’t spread, it’s dead” alias konten akan mati jika tidak menyebar. Ketiganya menyusun konsep itu lantaran frustrasi dengan para profesional di industri media massa yang mengabaikan budaya konvergensi.
Jenkins (2007) berpendapat bahwa konvergensi media telah mengubah cara khalayak mencipta, mengonsumsi, dan berinteraksi dengan media. Namun, profesional di industri media massa mengabaikan potensi lingkungan partisipatif dan mengambil langkah lebih mendengarkan khalayak mereka.
Menurut model spreadability, keberhasilan konten media di era digital saat ini tidak semata-mata bergantung pada kualitas atau nilai produksinya, tetapi kemampuannya untuk dibagikan dan diedarkan secara luas. Penyebaran konten media saat ini difasilitasi oleh keterjangkauan media digital, termasuk “kemudahan menyalin, menggabungkan, membagikan, dan mengedit konten di berbagai platform”.
Model spreadability juga berargumen bahwa perusahaan media massa yang akan berkembang dalam lanskap media saat ini adalah mereka yang “mendengarkan, peduli, dan berupaya memahami bahwa memenuhi “kebutuhan dan keinginan khalayak mereka sama pentingnya dengan tujuan bisnis mereka.”
Meski kesuksesan K-pop dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, kehadiran media digital turut memainkan peran penting. Dalam industri K-pop, Blackpink yang debut pada 2016 merupakan bagian dari generasi ketiga. Pada generasi ini, grup idola meningkatkan penggunaan media sosial seperti Youtube.
Penggunaan Youtube memang sudah dimulai pada K-pop generasi kedua, tetapi K-pop generasi ketiga melakukan produksi berbagai macam konten seperti reality show dan mengunggahnya di Youtube. Grup idola juga menggunakan media sosial seperti Twitter dan Instagram untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, berinteraksi dengan penggemar, dan membangun eksisten yang kuat di online. Empat personil Blackpink yang tujuh tahun lalu dipilih oleh para profesional di kantor YG Entertainment, Mapo-gu, Seoul,Korea Selatan, kini menjadi brand yang berada di puncak dunia.
Blinks merupakan pengguna media sosial yang sangat aktif. Mereka menyalin, menggabungkan, membagikan, dan mengedit konten Blackpink dengan cara yang kreatif, kemudian membagikannya di media sosial. Mereka berbagi pendapat dan interpretasi mereka tentang lagu dan video Blackpink seta terlibat dalam diskusi, debat, hingga fanwar di media sosial.
Daya sebar Blackpink didukung oleh aktivitas fandomnya di lingkungan partisipatif media digital. Aktivitas penggemar meningkatkan minat khalayak lain pada Blackpink sebagai sebuah merek.
Dalam konteks ini, Blackpink yang didukung dengan performa penuh energi, lagu catchy, serta visual menawan dan stylish turut menarik minat general public atau khalayak umum. Selanjutnya, fandom dan khalayak umum atau general public membentuk aliran pesan untuk mendukung Blackpink menjadi fenomena global yang kuat.
*) Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Humaniora dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya