REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- FBI merilis data yang menunjukkan kejahatan bermotif rasial di Amerika Serikat (AS) pada 2021 kembali melonjak. Kejahatan jenis ini naik 12 persen dari laporan sebelumnya yang belum lengkap.
Laporan sebelumnya menunjukkan penurunan tapi kehilangan data dari kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles. Direktur Kajian Kejahatan Rasial dan Ekstremisme California State University Brian Levin mengatakan laporan terbaru memasukan data dari kota-kota itu dan departemen-departemen besar.
"Kami hidup di era unik dan meresahkan di mana kejahatan rasial secara keseluruhan tetap tinggi di waktu yang lama diselingi catatan yang rusak," katanya, Senin (13/3/2023).
Dalam laporannya, FBI mengatakan sebagian besar korban, yakni 64,5 persen menjadi sasaran kejahatan karena ras, etnis atau keturunan mereka. Sekitar 16 persen karena orientasi seksual dan 14 persen kasus melibatkan biasa agama.
Sebagian besar kasus melibatkan intimidasi dan penyerangan dan 18 pembunuhan dilaporkan kejahatan bermotif rasial. Kepala Staf Western States Center Jill Garvey mengatakan setengah dari kasus kejahatan bermotif kebencian korbannya adalah orang Yahudi.
Laporan terbaru menunjukkan kebutuhan catatan rekaman yang lebih baik. "Kami masih belum memiliki cukup data untuk mengetahui besar masalahnya," kata Garvey.
Kekurangan data pada laporan sebelumnya yang dirilis bulan Desember lalu disebabkan perubahan bagaimana polisi melaporkan data mereka ke FBI. Demi mendapatkan gambaran menyeluruh, agen FBI kembali dan mengizinkan departemen kepolisian besar untuk melaporkan data mereka dengan sistem sebelumnya.
"Kejahatan rasial dan kehancuran yang disebabkan pada masyarakat tidak memiliki tempat di negara ini. Departemen Kehakiman berkomitmen menggunakan semua perangkat dan sumber daya yang kami miliki untuk memerangi kekerasan bermotif bias dalam segala bentuk," kata Jaksa Agung Muda AS Vanita Gupta.