REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Setelah berhasil mencapai kesepakatan rekonsiliasi dengan Arab Saudi, kini Iran akan berusaha memulihkan relasi dengan Mesir, Yordania, dan Bahrain. Teheran ingin memanfaatkan efek positif dari momentum terjalinnya lagi hubungan dengan Saudi.
“Untungnya, dengan atmosfer positif yang kita saksikan di kawasan, perkembangan positif ini juga bisa terjadi di negara-negara kawasan lain, termasuk Bahrain. Kita harus lebih mempercayai jalan diplomasi dan mengambil langkah-langkah ke arah ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani, Senin (13/3/2023), dilaporkan kantor berita Iran, Islamic Republic News Agency (IRNA).
Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada 2016. Langkah itu diambil sebagai bentuk dukungan kepada Saudi yang terlebih dulu menutup hubungannya dengan Teheran. Kala itu, keputusan mengakhiri hubungan dengan Iran dilakukan sebagai respons atas aksi penggerudukan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran oleh massa demonstran yang memprotes keputusan Riyadh mengeksekusi mati ulama Syiah, Nimr al-Nimr.
Sementara Mesir, hubungan Iran dengan negara tersebut telah terputus sejak Revolusi Islam tahun 1979. Kini, memanfaatkan momentum rekonsiliasi dengan Saudi, Teheran ingin membangun kembali relasi dengan Kairo.
“Mesir adalah negara yang penting, dan kedua negara saling menghargai kepentingan satu sama lain di kawasan. Kawasan ini membutuhkan kapasitas positif dari Teheran dan Kairo,” ujar Nasser Kanaani.
Menurut Kanaani, Iran pun ingin mencairkan dan memperkuat hubungan dengan Yordania. Berbeda dengan Mesir dan Bahrain, Yordania masih memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Iran. Namun hubungan Amman dan Teheran dibekap kompleksitas dan ketegangan.
Kedua negara sempat memutuskan hubungan diplomatik, tapi dipulihkan kembali. Saat ini Yordania dan Iran memiliki pendekatan yang bertentangan dalam banyak masalah titik nyala regional seperti Suriah dan Israel.
Pada Jumat (10/3/2023) pekan lalu, Iran dan Saudi mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik. Cina menjadi mediator dalam proses pembicaraan antara kedua negara tersebut. Kesepakatan rekonsiliasi Riyadh dan Teheran disambut positif berbagai pihak, termasuk Uni Eropa, PBB, serta negara-negara Arab dan Teluk.