Selasa 14 Mar 2023 17:13 WIB

Studi: Muslim Inggris Kesulitan Akses Kesehatan Selama Pandemi

Pandemi Covid-19 memperburuk ketidaksetaraan kesehatan yang sudah ada.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Muslim di Inggris. Studi: Muslim Inggris Kesulitan Akses Kesehatan Selama Pandemi
Foto: iwpeace
Muslim di Inggris. Studi: Muslim Inggris Kesulitan Akses Kesehatan Selama Pandemi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para peneliti dari University College London (UCL) baru-baru ini mengeluarkan laporan baru terkait Muslim Inggris dan layanan kesehatan selama pandemi. Dari laporan tersebut, disampaikan ada kesulitan yang harus dihadapi Muslim Inggris ketika mengakses perawatan paliatif dan akhir hayat.

Laporan tersebut merupakan hasil kerja sama studi antara Dewan Muslim Inggris, badan amal akhir hidup Marie Curie, Universitas Leeds dan UCL. Hasil penelitian mengungkapkan adanya "lotre kode pos" perawatan.

Baca Juga

Pandemi Covid-19 memperburuk ketidaksetaraan kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Secara tidak proporsional, hal ini berdampak pada kesehatan orang-orang dari sebagian besar kelompok minoritas.

Dilansir di Medical Xpress, Selasa (14/3/2023), anggota keluarga dalam penelitian tersebut menggambarkan mereka tidak mengetahui bagaimana cara mengatasi gejala-gejala stres orang yang mereka cintai. Mereka juga berjuang dengan keras mendapatkan informasi dan dukungan yang mereka butuhkan.

Tidak hanya itu, di dalam laporan tersebut juga disampaikan penyedia layanan kesehatan perlu berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kesadaran tentang layanan perawatan paliatif dan akhir hayat yang tersedia dan dapat dicapai untuk kelompok minoritas, termasuk Muslim Inggris.

Selanjutnya, mereka menyebut keterlibatan yang lebih besar dari beragam orang dalam pengembangan layanan kesehatan dan perawatan sosial sangat diperlukan. Ini untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses ke perawatan.

Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris Zara Mohammed mengatakan laporan ini menyoroti ketidaksetaraan kesehatan yang mendalam dan prevalensi khusus mereka dalam komunitas Muslim Inggris.

"Bukti dari Kesehatan Masyarakat Inggris dan Kantor Statistik Nasional mengungkapkan selama puncak pandemi, kelompok minoritas memiliki tingkat kematian tertinggi akibat Covid-19," ucap dia.

Dewan Muslim Inggris juga mendengarkan dan memperhatikan petugas kesehatan di garis depan yang memperingatkan tentang dampak tidak proporsional Covid-19 terhadap komunitas minoritas, jauh sebelum diakui dalam wacana arus utama. Periode pembelajaran intensif ini dinilai telah menegaskan kembali sifat ketimpangan yang sistemik.

Kunci dari laporan tersebut berasal dari serangkaian wawancara yang dilakukan anggota komunitas Muslim Inggris dengan individu lain. Individu tersebut memiliki pengalaman langsung dengan sistem kesehatan selama pandemi.

Keluarga dan pasien menggambarkan kesulitan dan keterlambatan dalam mengakses perawatan kesehatan, isolasi dan pembatasan seputar ritual. Hal-hal ini disebut membawa dampak negatif pada kehidupan mereka dan mungkin mempercepat penurunan kesehatan orang dengan kebutuhan perawatan paliatif.

Pergeseran ke perawatan daring dan virtual selama pandemi menambah tantangan yang ada. Penyedia layanan kesehatan disebut terlalu mengandalkan solusi digital yang sulit diakses oleh banyak orang. Kondisi ini memengaruhi kesehatan fisik dan mental orang-orang yang merasa dilupakan dalam sistem.

Seorang pria Pakistan berusia 56 tahun yang ayahnya menderita demensia, Saad, mengatakan sebelum pandemi ayahnya menerima konsultasi tatap muka. Namun, layanan perawatan ini hilang selama periode karantina.

"Dia tidak mempercayai telepon dan panggilan Zoom, jadi saya pikir itu adalah sebuah masalah. Dia akan pergi menemui dokter umum, meminta dokter memeriksanya secara fisik dan kemudian memberinya obat. Dan saya pikir saat itu hal ini tidak mungkin," kata Saad.

Selama puncak pandemi, setiap orang mengalihkan fokusnya pada penyakit ini. Di sisi lain, banyak orang dengan kondisi kesehatan lainnya merasa kebutuhan perawatan paliatif mereka terabaikan.

Rekan penulis Gemma Clarke dari University of Leeds menyebut, selama periode penelitian ini banyak Muslim Inggris yang mengatakan mereka merasa tertinggal selama masa pandemi. Mereka tidak tahu ke mana harus meminta bantuan selama masa-masa tersulit dalam hidupnya.

"Penelitian kami menyoroti pengalaman kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat. Kami ingin laporan ini digunakan untuk merancang layanan yang lebih baik, yang mendukung orang-orang yang membutuhkannya dengan baik," ujar dia.

Di akhir laporan tersebut disampaikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan perawatan bagi kelompok minoritas. Termasuk di antaranya menyediakan layanan yang sesuai dengan budaya, dukungan yang lebih baik untuk keluarga dan pengasuh orang dengan kebutuhan perawatan paliatif, mengatasi eksklusi kesehatan melalui keterlibatan awal, serta membuat informasi yang lebih mudah diakses.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement