REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kota Probolinggo Nurul Hasanah Hidayati mengatakan, dua pasien yang terjangkit leptospirosis di Kota Probolinggo, Jawa Timur, meninggal dunia. Keduanya diduga terlambat dibawa pasien ke fasilitas kesehatan.
"Sejak Januari hingga Maret 2023 tercatat ada tujuh kasus leptospirosis dan dua pasien diantaranya meninggal dunia," katanya di Kota Probolinggo, Selasa (14/3/2023).
Dua pasien yang meninggal dunia akibat terpapar leptospirosis merupakan warga Kecamatan Wonoasih dan Kecamatan Kanigaran yang meninggal pada Maret 2023.
"Penyebaran penyakit leptospirosis itu disebabkan oleh Bakteri Leptospira yang dapat menyebar melalui kencing tikus dan penyebaran bakteri melalui urine tikus itu biasanya terdapat pada genangan air yang kotor," tuturnya.
Menurut Nurul, gejala awal pasien yang terjangkit leptospirosis itu tidak terlalu spesifik seperti demam dan badan terasa sakit semua. Sehingga, terkadang pasien yang bersangkutan tidak tahu jika terpapar dan kalau penanganannya terlambat maka penyakit itu dapat menyerang ginjal hingga lever.
"Jika tidak ditangani secara tepat dan dideteksi sejak dini, maka akan terlambat untuk menangani pasien tersebut, sehingga dapat menyebabkan kematian," katanya.
Nurul mengimbau agar masyarakat berhati-hati khususnya warga di kawasan lingkungan yang terdapat banyak tikus dan genangan air. Sehingga, masyarakat yang beraktivitas di lingkungan yang rawan pencemaran kencing tikus bisa menggunakan pelindung sepatu boot dan sarung tangan.
"Kami mengimbau masyarakat untuk menghindari kawasan genangan air yang banyak tikusnya. Jika terpaksa di lokasi itu, maka gunakan sepatu boot agar tidak terkena kencing yang terpapar virus tersebut," katanya.
Hi #Healthies,
Apakah musim hujan sudah melanda di kotamu?
Saat musim hujan tiba, #Healthies perlu waspada dengan berbagai penyakit berbahaya yang muncul 😱
Salah satunya penyakit Leptospirosis yg disebabkan oleh bakteri leptospira yang ditularkan melalui hewan pic.twitter.com/xrgaCw5IkH
— Kementerian Kesehatan RI (@KemenkesRI) March 5, 2023
Sebelumnya, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan angka persentase kematian akibat leptospirosis di Indonesia secara umum lebih tinggi dari Covid-19.
"Di Indonesia, kasus leptospirosis cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada 2020 sebanyak 1.170 kasus dengan 106 kematian atau setara angka persentase kematian (case fatality rate/CFR) 9,06 persen, jauh lebih tinggi dari angka kematian akibat Covid-19," kata Tjandra Yoga Aditama yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Pada 2021, kasus kematian sebanyak 84 jiwa dari total 736 kasus leptospirosis (CFR 11,41 persen). Dan pada 2022 berdasarkan laporan dari 11 provinsi terdapat 1.408 kasus leptospirosis dengan angka kematian 139 jiwa (CFR 9,87 persen).
"Persentase CFR COVID-19 pada umumnya berkisar 2,4 hingga 3,4 persen berdasarkan data Public Health Emergency Operating Centre (PHEOC) Kemenkes RI," katanya.
Tjandra yang juga mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kepala Balitbangkes Kemenkes RI mengatakan, pada kurun Januari hingga Maret 2023, beberapa daerah sudah melaporkan adanya peningkatan kasus leptospirosis di sejumlah daerah di Indonesia. Menurut Tjandra, penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut leptospira, yang kali pertama dilaporkan pada 1886 oleh Adolf Weil, sehingga disebut juga sebagai penyakit atau sindrom Weil.
"Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis, karena ditularkan melalui hewan atau binatang. Di negara kita hewan penular terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya," katanya.
Tjandra mengimbau masyarakat untuk mewaspadai sejumlah lokasi penularan, terutama kawasan banjir. Sebab pada musim hujan banyak tikus yang keluar dari liang tanah untuk menyelamatkan diri.
"Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia, di mana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut," katanya.
Seseorang yang mempunyai luka, kemudian terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran maupun kencing tikus yang mengandung bakteri leptospira, maka berpotensi terinfeksi dan bisa jatuh sakit.
Menurut Tjandra terdapat empat langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan leptospirosis, yakni dengan menekan dan menghindar dari aktivitas tikus yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal, dengan selalu menjaga kebersihan, hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama jika mempunyai luka.
Cara berikutnya adalah menggunakan pelindung, misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir. Terakhir, segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil.
"Jika terlanjur tertular, maka pengobatan dilakukan dengan memberikan antibiotika yang sesuai baik secara oral maupun suntikan, di mana antibiotika saat ini masih efektif untuk pengobatan leptospirosis," katanya.
Gejala dan tanda klinis penderita leptospirosis secara umum adalah demam mendadak dengan suhu tubuh lebih dari 38,5 derajat Celcius, sakit kepala, nyeri otot betis sehingga kesulitan berjalan, lemah, kemerahan pada selaput putih mata atau conjunctival suffusion, serta kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit.