Selasa 14 Mar 2023 19:13 WIB

Survei: Publik Tolak Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Presiden

Survei PWS sebut publik tolak penundaan pemilu dan masa jabatan presiden diperpanjang

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu. Survei PWS sebut publik tolak penundaan pemilu dan masa jabatan presiden diperpanjang.
Foto: republika/mardiah
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu. Survei PWS sebut publik tolak penundaan pemilu dan masa jabatan presiden diperpanjang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Political Weather Stations (PWS) merilis hasil survei terbaru yang dilakukan periode 3-10 Maret 2023. Salah satunya menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu sampai 2025.

Peneliti PWS, Sharazani mengatakan, survei yang dilakukan kepada 1.200 responden itu mendapati mayoritas publik menyatakan kurang setuju atau tidak setuju atas Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN per 2 Maret 2023. Angkanya mencapai 79,6 persen.

Baca Juga

"Sebanyak 79,6 persen responden menyatakan kurang atau tidak setuju terhadap keputusan PN Jakpus tentang penundaan Pemilu 2024 yang pada akhirnya memberi ruang bagi perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi," kata Sharazani, Selasa (14/3).

Cuma 14,9 persen yang menjawab setuju dan 5,5 persen responden tidak memberikan jawaban alias tidak tahu. Sharazani mengungkapkan, hasil survei ini sekaligus menegaskan sikap mayoritas publik akan selalu menolak kedua ide tersebut.

"Penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi berapa tahunpun akan selalu ditolak oleh mayoritas publik," ujar Sharazani.

Selain itu, PWS turut melakukan survei soal sistem pemilu yang belakangan mulai menjadi perhatian setelah digugat. Yang mana, diusulkan PDIP untuk kembali dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup untuk Pemilu 2024 mendatang.

Ia menerangkan, bagian terbesar publik atau 45,3 persen responden kurang atau tidak setuju terhadap wacana pemberlakukan kembali sistem proporsional tertutup. Sedangkan, 36,4 persen responden setuju untuk kembali ke proporsional tertutup.

Selain itu, jumlah responden yang menjawab tidak tahu masih cukup besar karena mencapai 18,3 persen. Sharazani berpendapat, itu semua menerangkan kalau wacana tentang sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup kurang dipahami publik.

"Lebih merupakan konsumsi elit," ujar Sharazani.

Populasi dari survei ini sendiri seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih atau minimal 17 tahun atau belum 17 tahun tapi sudah menikah. Jumlah sampel 1.200 responden memakai teknik pencuplikan secara acak sistematis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement