REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nama Sibawaih, atau Sibawaeh, atau Sibawayh, tentu melekat di kalangan pesantren. Nama tersebut erat kaitannya ketika seseorang mempelajari ilmu tata bahasa Arab, atau nahwu.
Sibawaih adalah tokoh yang menulis kitab berjudul al-Kitab. Buku ini dianggap sebagai salah satu buku tata bahasa Arab terpenting yang pernah ada.
Mengapa demikian, karena buku itu termasuk buku pertama yang menjabarkan tata bahasa Arab secara sistematis sehingga orang non-Arab menjadi mudah mempelajari bahasa Arab.
Dalam buku tersebut, Sibawaih menghubungkan dan mengodifikasi tata bahasa Arab. Al-Jahiz pun memuju Al-Kitab, dengan berkata, "Belum ada orang yang menulis buku nahwu (tata bahasa Arab) dengan model seperti itu."
Tata bahasa Arab dikenal dengan sebutan nahwu. Dan buku al-Kitaab karangan Sibawaih dahulu biasa disebut "Qur'an al-Nahwu", karena keilmiahannya yang begitu penting.
Sibawaih bernama asli Amr bin Utsman bin Qanbar al-Haritsi Abu Bishr. Dia lahir dari keluarga Persia, dan kemungkinan dia lahir pada 148 H, di desa Al-Bayda yang terletak di Persia.
Dia besar di kota Basra, dan terkenal sebagai imam yang ahli tata bahasa dan orang pertama yang menyederhanakan ilmu tata bahasa.
Alasan dinamai Sibawaih, karena ibunya biasa memanggil dengan nama itu. Sibawaih secara bahasa berarti aroma apel (roo'ihah al-tuffaah).
Ada yang menyebut Sibawaih adalah sosok dengan kulitnya yang putih, yang tampak semburat warna merah apel di atas pipinya, sehingga dipanggil Sibawaih. Ada pula yang menyebut Sibawaih sewaktu kecil sering memainkan apel.
Sibawaih berguru kepada beberapa ulama sesepuh terkenal. Di antaranya, Hammad bin Salamah, Ahli Ilmu Bahasa Arab al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi, Yunus bin Habib, Isa bin Umar dan lainnya.
Ragamnya guru tempat Sibawaih belajar, membuat dirinya memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas tentang ilmu nahwu dan morfologi sebagai ilmu yang memelajari perubahan kata. Hingga kemudian dia meraih posisi keilmuan yang terhormat dan gemilang.
Sibawaih semula memelajari hadits dan fiqih, kemudian memelajari ilmu nahwu setelah gurunya, Hammad bin Salamah Al-Basri melakukan kekeliruan.
Sibawaih memiliki sejumlah murid yakni Abu Al-Hassan Al-Akhfash dan Qathrab. Dinamai Qathrab karena Sibawaih memanggilnya demikian, menurut catatan sejarawan.
Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab
Sibawaih biasa memanggil Qathrab dengan sebutan Qathrab al-Lail, karena dia biasa melihat muridnya itu keluar pada waktu fajar.
Sibawaih tidak memiliki banyak murid, karena dia meninggal di usia yang masih muda, 32 tahun.
Dia meninggal karena menderita sebuah penyakit dalam yang menyerang lambung, yang membuatnya tidak bisa mencerna makanan.
Dia wafat pada 180 Hijriyah di kampung halamannya, di desa Al Baida di Kota Shiraz, dan dimakamkan di sana.
Sumber: mawdoo3